“Kedudukan dan Fungsi
Hadist”
Pendahuluan
Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-qur’an. Namun,
hadits selalu menjadi rujukan kedua
setelah Al-qur’an dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman.
Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad
SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah
hadits. sehingga hal
tersebut memuncul kan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadits ebagai sumber hukum.
Banyak al-qur’an dan hadits yang
memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan sumber hukum islam selain al-qur’an
yang wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah, maupun larangan nya. Makalah ini akan
memaparkan sedikit tentang kedudukan hadits terhadap al-qur’an dengan melihat
dalil aqli maupun naqli mengenai keabsahannya dan memaparkan mengenai fungsi
hadist terhadap Al quran.
B.
Kedudukan Hadist
sebagai sumber Hukum Islam
Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadist rasul
merupakan sumber dan dasar hukum islam setelah Al qur’an, dan umat islam
diwajibkan mengikuti hadis sebagaimana diwajibkan mengikuti al qur’an.
Al qur’an dan hadis merupakan dua sumber hukum
syariat islam yang tetap, yang orang islam tidak mungkin memahami syariat islam
secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali kepada kedua sumber islam
tersebut. Seorang mujtahid dan seorang alim pun tidak diperbolehkan hanya
mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.[1]
Banyak ayat alqur’an dan hadist yang memberikan
pengertian bahwa hadist itu merupakan sumber hukum islam selain alqur’an yang
wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya. Uraian di bawah
ini merupakan penjelasan tentang kedudukan hadis sebagai sumber hukum islam
dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
I.
Dalil al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang
kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh rasul kepada
ummatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Diantara ayat-ayat yang dimaksud
adalah:
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr&
©!$#
(#qãèÏÛr&ur
tAqß§9$#
Í<'ré&ur
ÍöDF{$#
óOä3ZÏB
(
bÎ*sù
÷Läêôãt»uZs?
Îû
&äóÓx«
çnrãsù
n<Î)
«!$#
ÉAqß§9$#ur
bÎ)
÷LäêYä.
tbqãZÏB÷sè?
«!$$Î/
ÏQöquø9$#ur
ÌÅzFy$#
4
y7Ï9ºs
×öyz
ß`|¡ômr&ur
¸xÍrù's?
ÇÎÒÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Selain Allah SWT memerintahkan umat
islam agar percya kepada rasulullah SAW, juga meneyerukan agar menaati segala
bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah
maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasulullah SAW ini sama halnya
tuntutan taat kepada Allah SWT.[2]
4!$tBur
ãNä39s?#uä
ãAqß§9$#
çnräãsù
$tBur
öNä39pktX
çm÷Ytã
(#qßgtFR$$sù
4
(#qà)¨?$#ur
©!$#
(
¨bÎ)
©!$#
ßÏx©
É>$s)Ïèø9$#
ÇÐÈ
Artinya: Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.[QS. Al-Hasyr:7]
Dari ayat Al-quran diatas tergambar
bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah SWT dalam Al-quran selalu diiringi
taat kepada rasulnya. Demikian pula mengenai peringatan atau ancaman karena
durhaka kepada Allah SWT, seiring disejajarkan dengan ancaman karena durhaka
kepada rasulullah SAW.[3]
Ringkasnya , tidak dapat diragukan
lagi, bahwa as-sunnah adalah sumber yang kedua bagi hukum-hukum islam. Seluruh
ulama sepakat menetapkan, bahwa:
as-sunnah itu lah yang bertindak menjelaskan segala yang dikehendaki Al quran.
Walaupun terdapat perbedaan faham antara ulama mujtahidin tentang batas-batas
penjelasan as-sunnah.[4]
II.
Dalil
al-Hadist
Dalam
salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis
sebagai pedoman hidup, disamping al-Quran sebagai pedoman utamanya, beliau
bersabda:.
Dalam
salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan keharusan menjadikan hadist
sebagai pedoman hidup , di samping Al-qur`an sebagai pedoman utamanya. Rasullah
Bersabda :
تر كت فيكم أمرين لن تضلّوا ماتمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه (رواه
مالك)
Artinya : Aku tinggalkan dua
pusaka untuk mu sekal\\ian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang
teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnahnya.(HR.Malik).
Dalam hadist lain Rasulullah bersabda:
فعليكم بسنّتي وسنّتي الخلفاء الرا شدين المهديين تمسكوا بها وعضّوا
عليها...(رواه ابن ماجا)
Artinya: wajib
bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidiin
(khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah ).
Hadist diatas menunjukkan kepada kita bahwa
berpegang teguh kepada hadis atau menjadikan hadist sebagai pegangan dan
pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada
al-quran.[5]
III.
Kesepakatan
Ulama’ (Ijma’)
Umat islam, telah sepakat menjadikan Hadis sebagai
salah satu dasar hukum dalam beramal. Penerimaan mereka terhadap hadis sama
seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur`an, karena keduanya sama-sama di
jadikan sumber hukum islam.
Kesepakatan umat islam dalam mempercayai, menerima
dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadis berlaku
sepanjang zaman.
Banyak peristiwa yang menunjukkan kesepakatan menggunakan
hadist sebagai sumber hukum islam antara lain :
a. Ketika Abu Bakar di baiat menjadi khalifah,
ia pernah berkata”saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang di
amalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila
meninggalkan perintahnya.[6]
b. Saat
umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata:” saya tau engkau adalah
batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan
menciummu’’.[7]
c. Pernah di tanya kepada ‘Abudullah
bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam Al-qu`an. Ibnu umar menjawab :”Allah
SWT mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu.
Maka sesungguhnya kami berbuat. sebagai mana duduknya Rasulullah SAW, saya akan
makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya Shalat sebagaimana
shalatnya Rasulullah’’.[8]
d. Diceritakan
dari sa`id bin Musayyab bahwa ‘ Usman bin Affan berkata : saya duduk
sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, , saya akan makan sebagaimana makannya
Rasulullah dan saya Shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah ’’.[9]
IV.
Sesuai
dengan petunujuk akal.
Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah di akui dan di
benarkan oleh umat islam. Maka sudah selayaknya segala peraturan dan perundang
– undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan
ilham atau hasil ijtihad semata, ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman
hidup. Secara logika kepercayaan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul
mengharuskan ummatnya mentaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau
sampaikan.
Sehingga dapat diketahui bahwa hadis merupakan salah
satu sumber hukum dan sumber ajaran islam yang menduduki urutan kedua setelah
Al-Quran.[10]
C.
Fungsi Hadist terhadap
Al-quran
Al-qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam,
antara satu dengan yang lainnya. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama
banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.
Oleh
karena itu kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk
menjelaskan (bayan) keumuman isi al-qur’an tersebut.
hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT:
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
Artinya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agr kamu mnerangkan kepada umat manusia
apa yang di turunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir.” (QS.
AN-Nahl(16):44)
Allah SWT
menurunkan Al-Qur’an bagi umat manusia , agar
Al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia , maka Rasul SAW di perintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara
melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui
hadits-haditsnya.
Oleh karena itu, fungsi hadits Rasul sebagai penjelas (bayan) Al-Qur’an itu bermacam-macam. Imam malik
bin Annas menyebutkan 5 macam, fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir,
bayan al-tafshil, bayan al ba’ts, bayan al-tasyri’. Imam Syafi’i menyebutkan 5
fungsi yaitu, bayan al-tafshil, bayan al-takhshis, bayan al-ta’yin, bayan
al-tasyri’, bayan al-nasakh. Dalam “Al Risalah” ia menambahkan dengan bayan
al-isyarah. Imam ahmad bin hanbal menyebutkan 4 fungsi yaitu, bayan al-ta’kid,
bayan al-tafsir, bayan al-tasyri’, bayan al-takhshis.[11]
I. Menurut pendapat ulama’ Ahl ar-ra’yi(Abu Hanifah),
fungsi hadist terhadap Alquran dibagi menjadi tiga yaitu Bayan Taqrir, bayan
Tafsir, dan bayan Tasyri’.[12]
Berikut akan diuraikan satu-persatu:
a) Bayan Taqrir
Bayan Taqrir disebut juga dengan
bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini adalah mengokohkan
dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-quran. Ayat-ayat
Al-qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara
mengerjakan, syarat-syarat, sebab-sebabnya, atau halangan-halangannya. Fungsi
hadist dalam hal ini yaitu memperkokoh isi kandungan Al quran.[13]
Oleh karena itu, Rasulullah SAW,
melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. berikut contoh haditsnya;
Suatu contoh hadits yang
diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi;
فإذا رأيتم الهلا ل فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا (رواه مسلم )
”Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah , juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah” .
(HR.Muslim)
Hadits ini men taqrir ayat Al-Qur’an di bawah ini;
`yJsù yÍky ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuù=sù
ÇÊÑÎÈ
Maka barang siapa yang mempersaksikan pada
waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa... (QS.
AL-Baqarah(2): 185)
Contoh lain , hadist riwayat Bukhori
dari Abu Huroiroh, yang berbunyi sebagai berikut:
قا ل ر سو ل الله صلى الل عليه وسلّم لا تقبل صلاة من أحدث حتى
يتوضأا(رواه بخاري)
Artinya: Rasulullah SAW, telah bersabda: tidak diterima
sholat seseorang yang berhdas sebelum ia berwudlu. (HR. Bukhori)
Hadist
ini menguatkan QS. Al maidah: 6 mengenai
keharusan berwudlu ketika sesorang akan mendirikan shalat. Ayat tersebut
berbunyi:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4 ÇÏÈ
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki...
Abu
Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilah bayan al-
muwafiq li al-nas al kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu
sesuai dengan nas al quran.[14]
b)
Bayan al-Tafsir
Adalah hadits berfungsi untuk
memberikan penjelasan, rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-qur-an yang
masih bersifat global (mujmal) , memberikan persyaratan /batasan
ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak , dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat
Al-qur’an yang masih bersifat umum. Contoh ayat-ayat al quran yang masih mujmal
seperti perintah mengerjakan puasa, sholat, zakat, disyariatkannya jual beli,
nikah, qishas, dan sebagainya.[15]
Ayat-ayat Al-qur’an tentang masalah
ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, syarat-syarat, sebab-sebabnya,
atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW, melalui haditsnya
menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. berikut contoh haditsnya;
صلّوا كما
رأيتموني أصلّي (رواه البخارى)
‘Sholatlah sebagaimana engkau
melihat aku sholat” . ( HR. Bukhori)
Hadits menjelaskan bagaimana
mendirikan sholat . Sebab dalam Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci. salah
satu ayat yang memerintahkan sholat adalah:
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
Artinya: Dan
Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku' [QS. Albaqarah:43]
Sedangakan contoh hadist yang
membatasi ayat-ayat alquran yang bersifat mutlak seperti:
أوتي رسول
الله صلى الله عليه وسلّم بسارق فقطع يده من مفصل الكهفّ
Artinya: Rasulullah SAW di datangi
seseorang dengan membawa pencuri , maka beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.”
Hadits tersebut men-taqyid/ membatasi QS. Al-Maidah (5) : 38
yang berbunyi:
والسارق
والسارقة فا قطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالا من الله ....
Artinya:“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagian) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan siksa dari Allah..
c) Bayan
al-Nasakh
Untuk
bayan keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang
mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhdap sebagain hukum
alquran dan ada juga yang menolaknya.
Kata
nasakh secara bahas berarti ibthal
(membatalkan), izalah
(menghilangkan), tahwil (memindahakan),
dan taghyir (mengubah). Kelompok yang
membolehkanadanya nasakh jenis ini adalah golongan mu’tazilah, Hanafiyah, dan
madzhab ibn Hazm Al-Dhabiri.
Salah
satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama’, ialah hadis yang berbunyi:
لا وصية لوارث
Artinya: “tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadis ini menurut mereka menasakh
isi firman Allah SWT:
|=ÏGä. öNä3øn=tæ #sÎ) u|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# bÎ) x8ts? #·öyz èp§Ï¹uqø9$# Ç`÷yÏ9ºuqù=Ï9 tûüÎ/tø%F{$#ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ ( $)ym n?tã tûüÉ)FßJø9$# ÇÊÑÉÈ
Artinya: Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.(QS.
Albaqarah:180)
Sementara
yang menolak naskh jenis ini adalah Imam Syafi’i dan sebagian besar
pengikutnya, meskipun naskh tersebut dengan hadis yang mutawatir. Kelompok lain
yang menolak adalah sebagian besar pengikut madzhab zhahiriyah dan kelompok
Khawarij.[16]
II.
Menurut Imam Malik
fungsi
hadist terhadap Alquran dibagi menjadi lima yaitu bayan taqrir, bayan tafsir
(taudhih), bayan tafshil, bayan bashthi (tasbith atau ta’wil), Bayan Tasyri’.
Berikut akan dijelaskan:
a) Bayan Taqrir :menetapkan dan mengokohkan hukum-hukum
Alquran.
b)
Bayan Tafsir
(Taudhih): menerangkan maksud-maksud ayat, seperti hadis-hadis yang menerangkan
maksud ayat yang dipahamkan oleh para sahabat berlainan dengan yang dimaksud
oleh ayat yang bersangkutan. Misalkan ayat:
3 úïÏ%©!$#ur crãÉ\õ3t |=yd©%!$# spÒÏÿø9$#ur wur $pktXqà)ÏÿZã Îû È@Î6y «!$# Nèd÷Åe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OÏ9r& ÇÌÍÈ
Artinya: Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih,(QS. At taubah :34)
Pada
waktu ayat ini diturunkan, para sahabat merasa sangat berat melaksanakan
kandungan ayat. Mereka bertanya kepada Nabi SAW, lalu Nabi menjawab, “ Allah
tidak mewajibkan zakat, melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah
kamu zakati.[17]
c) Bayan
Tafshil : menjelaskan kemujmalan Al quran, seperti hadist tentang shalat.
d) Bayan Bashthi
(tasbith atau ta’wil): memanjangkan keterangan bagi apa yang diringkaskan
keterangannya oleh Alquran.
e)
Bayan at- Tasyri’
Yang dimaksud bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau
ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an, atau dalam al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja. Abbas Mutawalli Hammadah juga menyebut
bayan ini dengan “za’id ‘ala al-kitab al-karim”. Hadts Rasul SAW dalam segala
bentuknya (baik yang qauli, fi’li maupun taqriri) berusaha menunjukkan suatu
kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang tidak terdapat
dalam al-Qur’an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan menunjukkan bimbingan
dan menjelaskan duduk persoalannya.
Hadits-hadits Rasul SAW yang termasuk kedalam kelompok ini,
diantaranya hadits tentang penetapan
haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya),
hukum syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, danhukum tentang
hak waris bagi seorang anak.[18]
Suatu contoh hadits tentang zakat fitrah, sebagai berikut :
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم فرض
زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر اوصاعا من شعير على كل حر او عبد ذكر
او انثى من المسلمين (رواه المسلم)
Artinya: “bahwasannya Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat
islam pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap
orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan muslim. (HR.
Muslim)
Hadist
rasulullah SAW yang termasuk bayan at-Tasyri’ ini, wajib diamalkan, sebagaimana
kewajiban mengamalkan hadis-hadis lainnya. Ibnu al-qayyim berkata, bahwa
hadis-hadis rasulullah SAW yang berupa tambahan terhadap alquran, merupakan
kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak atau
mengingkarinya, dan ini bukanlah sikap Rasulullah SAW mendahului alquran
melainkan semata-mata karena perintahnya.[19]
III.
Menurut Imam Asy-Syafi’i, dibagi
menjadi 5, yaitu:
a) Bayan
Tafshil
b) Bayan
Takhsis, menentukan sesuatu dari keumuman ayat.
c) Bayan
Ta’yin: menentukan salah satu perkara yang dimaksud dari dua atau tiga perkara
yang mungkin dimaksud.
d) Bayan
Tasyri’
e) Bayan
Nasakh
IV.
Menurut Iman Ahmad Bin Hanbal,
fungsi hadist dibagi menjadi 4, yaitu:
a) Bayan
Taqrir
b) Bayan
Tafsir
c) Bayan
Tasyri’
d) Bayan
Takhsis.
Dari
uraian-uraian diatas, jelaslah bahwa hadist
merupakan dasar bagi hukum-hukum islam setelah Al qur’an. Umat islam
harus mengikuti petunjuk Al quran dan mengikuti sunnah- sunnah rasulullah SAW.
Oleh karena itu segala hadist yang
diakui shahih dan tidak berlawanan dengan suatu petunujuk Alquran sama-sama
wajib diikuti oleh semua ummat.[20]
- Kesimpulan
Berdasarkan uraian singkat di atas tentang fungsi dan
kedudukan hadist, maka kami dapat menyimpulkan bahwa, Menurut
pendapat ulama’ Ahlur Ra’yi, fungsi Al hadist terhadap Alquran dibagi menjadi
tiga yaitu Bayan Taqrir, bayan Tafsir, dan bayan Tasyri’.
Banyak ayat
alqur’an dan hadist yang memberikan pengertian bahwa hadist itu merupakan
sumber hukum islam selain alqur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk
perintah maupun larangannya.
Daftar
Pustaka
Ahmad bin Hanbal, Abu ‘Abdillah. Musnad Ahmad bin Hanbal juz 1,
beirut: Al maktab Al –islamy,
Al jauziyah,
Ibnu Al qayyim. 1955. I’lam
Al Muwaqqa’in, jilid II. Mesir: Mathba’ah Al sa’adah.
Ash-shiddieqy,
Hasbi. 1980. Sejarah dan pengantar ilmu
hadist, Jakarta:Bulan Bintang.
Hamadah,
Abbas Mutawali. 1965. al-sunnah al nabawiyah wa makanatuha fi al
tasyri’, Kairo:Dar Al- Qaumiyah.
Khaeruman,
Badri. 2010. Ulum Al-Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Suparta,
Munzier.2002. Ilmu Hadis, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
[1] Drs. Munzier Suparta, Ilmu
Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:49
[2] Ibid, hal:51
[3] Ibid, hal: 53
[4] Hasby Ash-shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Yogyakarta:
Bulan Bintang, 1980, hal:177
[5] Drs. Munzier Suparta, Ilmu
Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:55
[6] Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal, MUsnad Ahmad bin Hanbal, juz 1,
beirut: Al maktab Al –islamy, tanpa tahun, hal:164
[7] Ibid, hal:194-213
[8] Ibid hal:67
[9] Ibid,hal:378
[10] Drs. Munzier Suparta, op.cit,
hlm:57
[11] Hasbi Ash-shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadist, Jakarta : Bulan
Bintang, ,1980, hal: 176-188.
[12] Badri Khaeruman, Ulum Al-Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010,
hal:48
[13] Drs. Munzier Suparta, Ilmu
Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:58
[14] Abbas Mutawali Hamadah, al-sunnah al nabawiyah wa makanatuha fi al
tasyri’, Kairo:Dar Al- Qaumiyah, 1965, hal:143
[15] Drs. Munzier Suparta, op.cit, hlm:61
[16] Drs. Munzier Suparta, Ilmu
Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:65-67
[17] Hasbi Ash-shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadist, Jakarta :
Bulan Bintang, ,1980, hal: 183-184
[18] Drs. Munzier Suparta, Ilmu
Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:63-65
[19] Ibnu Al qayyim Al jauziyah, I’lam Al Muwaqqa’in, jilid II, Mesir: Mathba’ah
Al sa’adah,1955, hal:289
[20] Badri Khaeruman, Ulum Al-Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010,
hal:54-55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar