Artikel terkait

Rabu, 03 Desember 2014

Ulumul Hadits: Makalah “Kedudukan dan Fungsi Hadist”





  

“Kedudukan  dan Fungsi Hadist”
 

Pendahuluan
Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-qur’an. Namun, hadits selalu menjadi rujukan  kedua setelah Al-qur’an dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memuncul kan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari  akan kebenaran hadits ebagai sumber hukum.
Banyak al-qur’an dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan sumber hukum islam selain al-qur’an yang wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah, maupun larangan nya. Makalah  ini akan memaparkan sedikit tentang kedudukan hadits terhadap al-qur’an dengan melihat dalil aqli maupun naqli mengenai keabsahannya dan memaparkan mengenai fungsi hadist terhadap Al quran.

B.     Kedudukan Hadist sebagai sumber Hukum Islam

Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadist rasul merupakan sumber dan dasar hukum islam setelah Al qur’an, dan umat islam diwajibkan mengikuti hadis sebagaimana diwajibkan mengikuti al qur’an.
Al qur’an dan hadis merupakan dua sumber hukum syariat islam yang tetap, yang orang islam tidak mungkin memahami syariat islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali kepada kedua sumber islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.[1]
Banyak ayat alqur’an dan hadist yang memberikan pengertian bahwa hadist itu merupakan sumber hukum islam selain alqur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya. Uraian di bawah ini merupakan penjelasan tentang kedudukan hadis sebagai sumber hukum islam dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
                         I. Dalil al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh rasul kepada ummatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Diantara ayat-ayat yang dimaksud adalah:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqß§9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqß§9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Selain Allah SWT memerintahkan umat islam agar percya kepada rasulullah SAW, juga meneyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasulullah SAW ini sama halnya tuntutan taat kepada Allah SWT.[2]
4!$tBur ãNä39s?#uä ãAqß§9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.[QS. Al-Hasyr:7]
Dari ayat Al-quran diatas tergambar bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah SWT dalam Al-quran selalu diiringi taat kepada rasulnya. Demikian pula mengenai peringatan atau ancaman karena durhaka kepada Allah SWT, seiring disejajarkan dengan ancaman karena durhaka kepada rasulullah SAW.[3]
Ringkasnya , tidak dapat diragukan lagi, bahwa as-sunnah adalah sumber yang kedua bagi hukum-hukum islam. Seluruh ulama  sepakat menetapkan, bahwa: as-sunnah itu lah yang bertindak menjelaskan segala yang dikehendaki Al quran. Walaupun terdapat perbedaan faham antara ulama mujtahidin tentang batas-batas penjelasan as-sunnah.[4]
                         II.               Dalil al-Hadist
               Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, disamping al-Quran sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:.
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan keharusan  menjadikan hadist sebagai pedoman hidup , di samping Al-qur`an sebagai pedoman utamanya. Rasullah Bersabda :
تر كت فيكم أمرين لن تضلّوا ماتمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه (رواه مالك)
Artinya : Aku tinggalkan dua pusaka untuk mu sekal\\ian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnahnya.(HR.Malik).
Dalam hadist lain Rasulullah bersabda:
فعليكم بسنّتي وسنّتي الخلفاء الرا شدين المهديين تمسكوا بها وعضّوا عليها...(رواه ابن ماجا)
Artinya: wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidiin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah ).
Hadist diatas menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadis atau menjadikan hadist sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada al-quran.[5]

                   III.            Kesepakatan Ulama’ (Ijma’)
Umat islam, telah sepakat menjadikan Hadis sebagai salah satu dasar hukum dalam beramal. Penerimaan mereka terhadap hadis sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur`an, karena keduanya sama-sama di jadikan sumber hukum islam.
Kesepakatan umat islam dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadis berlaku sepanjang zaman.
Banyak peristiwa yang menunjukkan kesepakatan menggunakan hadist sebagai sumber hukum islam antara lain :
a.    Ketika Abu Bakar di baiat menjadi khalifah, ia pernah berkata”saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang di amalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.[6]
b.      Saat umar  berada di depan Hajar Aswad ia berkata:” saya tau engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu’’.[7]
c.             Pernah di tanya kepada ‘Abudullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam Al-qu`an. Ibnu umar menjawab :”Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat. sebagai mana duduknya Rasulullah SAW, saya akan makan sebagaimana makannya Rasulullah  dan saya Shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah’’.[8]
d.      Diceritakan dari sa`id bin Musayyab bahwa ‘ Usman bin Affan berkata : saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, , saya akan makan sebagaimana makannya Rasulullah  dan saya Shalat sebagaimana shalatnya Rasulullah ’’.[9]

                   IV.            Sesuai dengan petunujuk akal.
Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah di akui dan di benarkan oleh umat islam. Maka sudah selayaknya segala peraturan dan perundang – undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan ilham atau hasil ijtihad semata, ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. Secara logika kepercayaan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul mengharuskan ummatnya mentaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.
Sehingga dapat diketahui bahwa hadis merupakan salah satu sumber hukum dan sumber ajaran islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-Quran.[10]
C.    Fungsi Hadist terhadap Al-quran
Al-qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainnya. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.
Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi al-qur’an tersebut.
 hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT:
 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ
Artinya: “Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agr kamu mnerangkan kepada umat manusia apa yang di turunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir.” (QS. AN-Nahl(16):44)
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an bagi umat manusia , agar  Al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia , maka Rasul SAW di perintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan  ajarannya kepada mereka melalui hadits-haditsnya.
Oleh karena itu, fungsi hadits Rasul sebagai penjelas (bayan) Al-Qur’an itu bermacam-macam. Imam malik bin Annas menyebutkan 5 macam, fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil, bayan al ba’ts, bayan al-tasyri’. Imam Syafi’i menyebutkan 5 fungsi yaitu, bayan al-tafshil, bayan al-takhshis, bayan al-ta’yin, bayan al-tasyri’, bayan al-nasakh. Dalam “Al Risalah” ia menambahkan dengan bayan al-isyarah. Imam ahmad bin hanbal menyebutkan 4 fungsi yaitu, bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri’, bayan al-takhshis.[11]  
I.       Menurut pendapat ulama’ Ahl ar-ra’yi(Abu Hanifah), fungsi hadist terhadap Alquran dibagi menjadi tiga yaitu Bayan Taqrir, bayan Tafsir, dan bayan Tasyri’.[12] Berikut akan diuraikan satu-persatu:

a)      Bayan Taqrir
Bayan Taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini adalah mengokohkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-quran. Ayat-ayat Al-qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, syarat-syarat, sebab-sebabnya, atau halangan-halangannya. Fungsi hadist dalam hal ini yaitu memperkokoh isi kandungan Al quran.[13]
Oleh karena itu, Rasulullah SAW, melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut.  berikut contoh haditsnya;
                                                                                                                 
Suatu contoh hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi;
فإذا رأيتم الهلا ل فصوموا  وإذا رأيتموه فأفطروا (رواه مسلم )
Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah , juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah” . (HR.Muslim)
Hadits ini men taqrir ayat Al-Qur’an di bawah ini;
`yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù  ÇÊÑÎÈ
Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa... (QS. AL-Baqarah(2): 185)
Contoh lain , hadist riwayat Bukhori dari Abu Huroiroh, yang berbunyi sebagai berikut:

قا ل ر سو ل الله صلى الل عليه وسلّم لا تقبل صلاة من أحدث حتى يتوضأا(رواه بخاري)
Artinya: Rasulullah SAW, telah bersabda: tidak diterima sholat seseorang yang berhdas sebelum ia berwudlu. (HR. Bukhori)
Hadist ini menguatkan  QS. Al maidah: 6 mengenai keharusan berwudlu ketika sesorang akan mendirikan shalat. Ayat tersebut berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4  ÇÏÈ
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki...
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilah bayan al- muwafiq li al-nas al kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sesuai dengan nas al quran.[14]

b)      Bayan al-Tafsir  
Adalah hadits berfungsi untuk memberikan penjelasan, rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-qur-an yang masih bersifat global (mujmal) , memberikan persyaratan /batasan ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak , dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat umum. Contoh ayat-ayat al quran yang masih mujmal seperti perintah mengerjakan puasa, sholat, zakat, disyariatkannya jual beli, nikah, qishas, dan sebagainya.[15]
Ayat-ayat Al-qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, syarat-syarat, sebab-sebabnya, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW, melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut.  berikut contoh haditsnya;
صلّوا كما رأيتموني أصلّي  (رواه البخارى)
Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat” . ( HR. Bukhori)
Hadits menjelaskan bagaimana mendirikan sholat . Sebab dalam Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci. salah satu ayat yang memerintahkan sholat adalah:
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
Artinya:  Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku' [QS. Albaqarah:43]
Sedangakan contoh hadist yang membatasi ayat-ayat alquran yang bersifat mutlak seperti:

أوتي رسول الله صلى الله عليه وسلّم بسارق فقطع يده من مفصل الكهفّ
Artinya: Rasulullah SAW di datangi seseorang dengan membawa pencuri , maka beliau memotong   tangan pencuri dari pergelangan tangan.

Hadits tersebut  men-taqyid/ membatasi QS. Al-Maidah (5) : 38 yang berbunyi:
والسارق والسارقة فا قطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالا من الله ....
Artinya:“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagian) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan siksa dari Allah..

c)      Bayan al-Nasakh
Untuk bayan keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhdap sebagain hukum alquran dan ada juga yang menolaknya.
Kata nasakh secara bahas berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahakan), dan taghyir (mengubah). Kelompok yang membolehkanadanya nasakh jenis ini adalah golongan mu’tazilah, Hanafiyah, dan madzhab ibn Hazm Al-Dhabiri.
Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh para ulama’, ialah hadis yang berbunyi:
لا وصية لوارث
Artinya: “tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadis ini menurut mereka menasakh isi firman Allah SWT:
|=ÏGä. öNä3øn=tæ #sŒÎ) uŽ|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# bÎ) x8ts? #·Žöyz èp§Ï¹uqø9$# Ç`÷ƒyÏ9ºuqù=Ï9 tûüÎ/tø%F{$#ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ ( $ˆ)ym n?tã tûüÉ)­FßJø9$# ÇÊÑÉÈ
Artinya:  Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.(QS. Albaqarah:180)

Sementara yang menolak naskh jenis ini adalah Imam Syafi’i dan sebagian besar pengikutnya, meskipun naskh tersebut dengan hadis yang mutawatir. Kelompok lain yang menolak adalah sebagian besar pengikut madzhab zhahiriyah dan kelompok Khawarij.[16]

II.          Menurut Imam Malik
fungsi hadist terhadap Alquran dibagi menjadi lima yaitu bayan taqrir, bayan tafsir (taudhih), bayan tafshil, bayan bashthi (tasbith atau ta’wil), Bayan Tasyri’. Berikut akan dijelaskan:
a)      Bayan Taqrir :menetapkan dan mengokohkan hukum-hukum Alquran.
b)      Bayan Tafsir (Taudhih): menerangkan maksud-maksud ayat, seperti hadis-hadis yang menerangkan maksud ayat yang dipahamkan oleh para sahabat berlainan dengan yang dimaksud oleh ayat yang bersangkutan. Misalkan ayat:
3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ
Artinya:  Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,(QS. At taubah :34)
Pada waktu ayat ini diturunkan, para sahabat merasa sangat berat melaksanakan kandungan ayat. Mereka bertanya kepada Nabi SAW, lalu Nabi menjawab, “ Allah tidak mewajibkan zakat, melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah kamu zakati.[17]
c)      Bayan Tafshil : menjelaskan kemujmalan Al quran, seperti hadist tentang shalat.
d)          Bayan Bashthi (tasbith atau ta’wil): memanjangkan keterangan bagi apa yang diringkaskan keterangannya oleh Alquran.
e)      Bayan at- Tasyri’
Yang dimaksud bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an, atau dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja. Abbas Mutawalli Hammadah juga menyebut bayan ini dengan “za’id ‘ala al-kitab al-karim”. Hadts Rasul SAW dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’li maupun taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang tidak terdapat dalam al-Qur’an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan menunjukkan bimbingan dan menjelaskan duduk persoalannya.
Hadits-hadits Rasul SAW yang termasuk kedalam kelompok ini, diantaranya  hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, danhukum tentang hak waris bagi seorang anak.[18] Suatu contoh hadits tentang zakat fitrah, sebagai berikut :

ان رسول الله صلى الله عليه وسلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر اوصاعا من شعير على كل حر او عبد ذكر او انثى من المسلمين (رواه المسلم)
Artinya: “bahwasannya Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan muslim. (HR. Muslim)

Hadist rasulullah SAW yang termasuk bayan at-Tasyri’ ini, wajib diamalkan, sebagaimana kewajiban mengamalkan hadis-hadis lainnya. Ibnu al-qayyim berkata, bahwa hadis-hadis rasulullah SAW yang berupa tambahan terhadap alquran, merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak atau mengingkarinya, dan ini bukanlah sikap Rasulullah SAW mendahului alquran melainkan semata-mata karena perintahnya.[19]
III.             Menurut Imam Asy-Syafi’i, dibagi menjadi 5, yaitu:
a)      Bayan Tafshil
b)      Bayan Takhsis, menentukan sesuatu dari keumuman ayat.
c)      Bayan Ta’yin: menentukan salah satu perkara yang dimaksud dari dua atau tiga perkara yang mungkin dimaksud.
d)     Bayan Tasyri’
e)      Bayan Nasakh
IV.             Menurut Iman Ahmad Bin Hanbal, fungsi hadist dibagi menjadi 4, yaitu:
a)      Bayan Taqrir
b)      Bayan Tafsir
c)      Bayan Tasyri’
d)     Bayan Takhsis.
Dari uraian-uraian diatas, jelaslah bahwa hadist  merupakan dasar bagi hukum-hukum islam setelah Al qur’an. Umat islam harus mengikuti petunjuk Al quran dan mengikuti sunnah- sunnah rasulullah SAW. Oleh karena itu segala hadist  yang diakui shahih dan tidak berlawanan dengan suatu petunujuk Alquran sama-sama wajib diikuti oleh semua ummat.[20]


  1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian singkat di atas tentang fungsi dan kedudukan hadist, maka kami dapat menyimpulkan bahwa, Menurut pendapat ulama’ Ahlur Ra’yi, fungsi Al hadist terhadap Alquran dibagi menjadi tiga yaitu Bayan Taqrir, bayan Tafsir, dan bayan Tasyri’.
Banyak ayat alqur’an dan hadist yang memberikan pengertian bahwa hadist itu merupakan sumber hukum islam selain alqur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.



Daftar Pustaka
Ahmad bin Hanbal, Abu ‘Abdillah. Musnad Ahmad bin Hanbal  juz 1, beirut: Al maktab Al –islamy,
Al jauziyah, Ibnu Al qayyim. 1955.  I’lam  Al Muwaqqa’in, jilid II. Mesir: Mathba’ah Al sa’adah.
Ash-shiddieqy, Hasbi. 1980. Sejarah dan pengantar ilmu hadist, Jakarta:Bulan Bintang.
Hamadah, Abbas Mutawali. 1965.  al-sunnah al nabawiyah wa makanatuha fi al tasyri’, Kairo:Dar Al- Qaumiyah.
Khaeruman, Badri. 2010.  Ulum Al-Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Suparta, Munzier.2002. Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


[1] Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:49

[2] Ibid, hal:51
[3] Ibid, hal: 53
[4] Hasby Ash-shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Yogyakarta: Bulan Bintang, 1980, hal:177
[5] Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:55

[6] Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal, MUsnad Ahmad bin Hanbal, juz 1, beirut: Al maktab Al –islamy, tanpa tahun, hal:164
[7] Ibid, hal:194-213
[8] Ibid hal:67
[9] Ibid,hal:378
[10] Drs. Munzier Suparta, op.cit, hlm:57
[11] Hasbi Ash-shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadist, Jakarta : Bulan Bintang, ,1980, hal: 176-188.
[12] Badri Khaeruman, Ulum Al-Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010, hal:48
[13] Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:58

[14] Abbas Mutawali Hamadah, al-sunnah al nabawiyah wa makanatuha fi al tasyri’, Kairo:Dar Al- Qaumiyah, 1965, hal:143
[15] Drs. Munzier Suparta, op.cit, hlm:61

[16] Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:65-67

[17] Hasbi Ash-shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadist, Jakarta : Bulan Bintang, ,1980, hal: 183-184

[18] Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002,hlm:63-65

[19] Ibnu Al qayyim Al jauziyah, I’lam  Al Muwaqqa’in, jilid II, Mesir: Mathba’ah Al sa’adah,1955, hal:289

[20] Badri Khaeruman, Ulum Al-Hadis, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010, hal:54-55

Tidak ada komentar:

Posting Komentar