TEORI KOGNITIVISME
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori
pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi
filosofis yaitu the way in which we
learn (Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah
yang disebut dengan filosofi rationalisme. Menurut aliran ini, kita belajar
disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang
terjadi dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar
bagaimana orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih
mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa
belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori
kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir.
PERSPEKTIF AL-QUR’AN
tAtRr& ÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ôMs9$|¡sù 8ptÏ÷rr& $ydÍys)Î/ @yJtGôm$$sù ã@ø¡¡9$# #Yt/y $\Î/#§ 4
$£JÏBur tbrßÏ%qã Ïmøn=tã Îû Í$¨Z9$# uä!$tóÏGö/$# >puù=Ïm ÷rr& 8ì»tFtB Ót/y ¼ã&é#÷WÏiB 4
y7Ï9ºxx. Ü>ÎôØo ª!$# ¨,ysø9$# @ÏÜ»t7ø9$#ur 4
$¨Br'sù ßt/¨9$# Ü=ydõusù [ä!$xÿã_ (
$¨Br&ur $tB ßìxÿZt }¨$¨Z9$# ß]ä3ôJusù Îû ÇÚöF{$# 4
y7Ï9ºxx. Ü>ÎôØo ª!$# tA$sWøBF{$# ÇÊÐÈ
“Allah Telah
menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah
menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa
(logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada
(pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan
(bagi) yang benar dan yang bathil. adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu
yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia
tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan (Q.S Ar-Rad :11)”
Allah mengumpamakan yang benar dan yang
bathil dengan air dan buih atau dengan logam yang mencair dan buihnya. yang
benar sama dengan air atau logam murni yang bathil sama dengan buih air atau
tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada gunanya bagi manusia.
* ª!$# âqçR ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4
ã@sWtB ¾ÍnÍqçR ;o4qs3ô±ÏJx. $pkÏù îy$t6óÁÏB (
ßy$t6óÁÏJø9$# Îû >py_%y`ã (
èpy_%y`9$# $pk¨Xr(x. Ò=x.öqx. AÍhß ßs%qã `ÏB ;otyfx© 7p2t»t6B 7ptRqçG÷y w 7p§Ï%÷° wur 7p¨Î/óxî ß%s3t $pkçJ÷y âäûÓÅÓã öqs9ur óOs9 çmó¡|¡ôJs? Ö$tR 4
îqR 4n?tã 9qçR 3
Ïöku ª!$# ¾ÍnÍqãZÏ9 `tB âä!$t±o 4
ÛUÎôØour ª!$# @»sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 3
ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ÒOÎ=tæ ÇÌÎÈ
“Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)
yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”(QS. An-Nur : 35)
ù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ÎôØnS Ĩ$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷èt wÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ
“Dan perumpamaan-perumpamaan
ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang
yang berilmu.” (Al-‘Ankabut :
43)
öqs9 $uZø9tRr& #x»yd tb#uäöà)ø9$# 4n?tã 9@t6y_ ¼çmtF÷r&t©9 $Yèϱ»yz %YæÏd|ÁtFB ô`ÏiB Ïpuô±yz «!$# 4 ù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $pkæ5ÎôØtR Ĩ$¨Z=Ï9 óOßg¯=yès9 crã©3xÿtGt ÇËÊÈ
“Kalau
Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan
itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS. Al-Hasyr : 21)
Dari ayat-ayat di atas yang menjadi sorotan saya adalah arti
yang menunjukkan tentang perumpamaan-perumpamaan, dan masih banyak ayat-ayat
yang mendudukung tentang hal itu (perumpamaan-perumpamaan) sperti dalam surat :
Al-Baqarah:26, Al-Hajj:73, Ibrahim 24-25, dan sebagainya. Saya mencoba
mengaitkan teori kognitivisme dengan Al-Qur’an yang menunjukkan arti
“perumpamaan”, karena dengan perumpamaan, sesuatu yang awalnya abstrak, dapat
saja dimengerti seperti halnya sesuatu yang konkrit, dan dengan menggunakan
perumpamaan, Allah SWT “memancing” manusia untuk berfikir, dan menggunakan
akalnya. Karena sesungguhnya sesuatu yang diperoleh dari proses pencarian yang
panjang itu cenderung lebih berbekas daripada yang langsung didapatkan dari
orang lain. Misalnya, dengan Allah swt membiarkan manusia berfikir, dan saat
manusia menemukan hikmah yang tersembunyi dari ayat-ayat penciptaan langit dan
bumi, lalu hal tersebut ia dapati ternyata sesuai dengan ilmu pengetahuan
modern, maka imannya akan semakin mantap terhadap Islam. Dan juga di sebutkan surat Al-‘Ankabut ayat 43
diatas yang berarti “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”Menunjukkan
tidak ada yang bisa memahami kecuali yang berilmu. Lalu siapakah orang yang
berilmu itu?, secara logika tentu saja yang berilmu adalah orang-orang yang mau
berproses, berpikir akan suatu pengetahuan. Hal ini menunjukkan
bahwa Al-Qur’an juga mencakup teori kognitivisme yang mana pada dasarnya adalah
rasional, atau dengan kata lain, suatu pengetahuan bisa diperoleh berdasarkan
pemikiran.
Dari uraian di atas, saya setuju dengan teori kognitivisme
tersebut, karena teori tersebut relevan
dengan apa yang termaktub dalam beberapa ayat dari Al-Qur’an diatas. Yang mana
pada dasarnya dalam teori kognitivisme ini yaitu rasional dengan kata lain
seseorang bisa menperoleh suatu pengetahuan
melalui berpikir, dalam Al-Qur’an pun Allah juga menyuruh manusia untuk
berpikir. Telah kita ketahui bahwa manusia sebagai makhluk yang di karuniai
akal, yang dapat di fungsikan untuk berpikir. Bagaimana kita bisa tahu akan
pengetahuan jika kita sendiri tidak mau berpikir, sekalipun banyak suatu
pengetahuan di depan mata sendiri pun, tanpa di dasari berpikir, secara logika
ilmu itu tidak akan masuk. Maka jelaslah
bahwa teori kognitivisme sangat sesuai dalam proses pendidikan. Dalam teori ini
juga menjelaskan bahwa kita belajar disebabkan oleh
kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam
lingkungan. Contoh :
n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ
“ Dan
gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?”
Dari
ayat di atas, jika kita mau akan berpikir mendalam akan menemukan pengetahuan
baru dalam dunia arsitektur, bagaimana gunung-gunung di tegakkan? Dalam bentuk fisiknya
bagian bawah lebih besar di banding bagian bagian yang atas, dengan banyak
pepohonan, sehingga menjadikan gunung itu kokoh bertahun-tahun. Hal ini bisa di
ambil suatu ilmu, sehingga muncullah bangunan rumah yang mana dalam
perancangannya membuat pondasi yang kuat, dengan perancangan yang sedemikian
rupa, di dirikan tiang-tiang, bagian atas mengecil dalam arti gentengnya
sebagai fungsi jika ada hujan, air tidak tertampung di atas akan tetapi
langsung berjatuhan ke bawah. Sehingga menghasilkan bangunan yang kokoh, dan
berkualitas.
والله اعلم بالصواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar