BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan di dunia ini kita berpedoman kepada
Al-Qur’an dan Hadits. Pada Al-Qur’an semua wahyu yang diterima oleh Nabi
Muhammad SAW baik dengan cara inspiratif, diajak bicara langsung oleh ALLAH
lewat tabir, melalui penglihatan di waktu tidur ataupun dari utusan ALLAH
seperti malaikat jibril adalah mutlak. Apapun yang tertulis didalam Al-Qur’an
itu bersifat abadi dan tidak bisa dirubah karena Al-Qur’an sebagai penyempurna
kitab-kitab terdahulu. Jadi apa yang terdapat didalam Al-Qur’an saat ini begitu
jugalah yang terdapat pada masa nabi dan para rasul.
Sedangkan hadits adalah segala apa yang diberitakan
dari nabi Muhammad Saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, atau berupa
pembiasaan atas perbuatan sahabatnya.Karena hadits ini ada yang bisa diterima
dan ditolak oleh para ulama maka dari itu Ilmu Hadits sangat diperlukan agar
kita bisa menjalani kehidupan ini dengan baik dan benar.
Kita perlu mempelajari apa pengertian hadits, karena
hadits sendiri mempunyai banyak sinonim yang membuat kita bingung. Sinonim
tersebut diantaranya sunnah, khabar, atsar, dan hadits qudsi. Untuk itu kami di
sisni akan menjelaskan pengertian dan perbedaan antara hadits, sunnah, khabar,
atsar, dan hadits qudsi.
PENGERTIAN HADITS
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HADITS
Hadits atau al-hadits menurut bahasa
al-jadid yang artinya sesuatu yang baru, artinya yang berarti menunjukkan
kepada waktu yang singkat seperti (orang yang baru masuk/memeluk agama Islam).
Hadits juga sering disebut dengan al-khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu
yang dipercapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama
maknanya dengan hadits. [1]
1. Pengertian Hadits menurut bahasa dari
berbagai pendapat:
a) Mahmuda Thahan memberi definisi “Hadits
menurut bahasa berarti “yang baru”
b) Menurut Hasbi as-Shiddieqy (1974:20)
dalam sejarah dan pengantar ilmu hadits,
memberikan ta’rif hadits menurut bahasa sebagi berikut :
·
Hadits
dalam pengertian jadid, yaknisesuatu yang baru.
·
Hadits
dalam pengertian alqarib yakni sesuatu yang belum lama terjadi, seperti dalam
perkataan yang mempunyai pengertian orang yang baru masuk islam
·
Hadits
dalam pengertian khabar atau masalah yang sedang dibicarakan, seperti dalam
perkataan, artinya sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang,
sama maknanya dengan hadits.[2]
Sedangkan menurut terminologi
(istilah), menurut ahli hadits, pengertian hadist ialah “Segala perkataan Nabi,
perbuatan, dan hal ihwalnya”.Yang imaksud hal ihwal ialah segala sesuatu yang
diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan karakteristik, sejarah
kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.[3]
2. Menurut istilah (terminology), para
ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang Hadist :
a. Ulama Hadits umumnya menyatakan, bahwa “Hadits
ialah segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan)
beliau dan segala keadaan beliau.”
Termasuk “
segala keadaan beliau” adalah: Sejarah hidup beliau, yakni: waktu kelahiran
beliau, keadaan sebelum dan sesudah beliau diangkat sebagai Rasul.
Menurut
At-Thahan memberikan definisi “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik
berupa ucapan, perbuatan, taqrir sifat kepribadian nabi.”
b. Ulama Ushul menyatakan, bahwa: “Hadits
ialah segala perkataan, segala perbuatan dan taqrir Nabi, yang bersangkut paut
dengan hukum”. (Hasbi as-Shiddieqy, 1980, hlm 23)
c. Sebagian Ulama, antara lain At-Thiby
menyatakan, bahwa “Hadits ialah segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi,
para sahabat-nya dan para Tabi’in.”
d. Abdul Wahab Ibnu Subky dalam “Mutnul
Jam’il Jawami” menyatakan, bahwa “Hadits ialah segala perkataan dan perbuatan
Nabi SAW.”
Demikian pengertian hadits dapat disimpulkan bahwa
hadits meliputi perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat-sifat atau
keadaan-keadaan Nabi Muhammad SAW:
a) Perkataan
Yang
dimaksud perkataan Nabi Muhammad SAW ialah perkataan yang pernah beliau ucapkan
dalam bidang hukum (syari’at), akhlak, aqidah, pendidikan, dsb. Sebagai contoh
perkataan beliau yang mengandung hukum (syari’at), misalnya sabda beliau yang
diriwayatkan oleh Umar ibn Khathab:
عثعمربثالخطابرضى لله عثه قا ل :سمعت
ر سول لله صلى لله عليه وسلم قا ل : إنما
الأ عمل با لنيا ث وإنما لكل امر ى ما نوى
Dari
umar Ibnu Khathab r.a. ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“ bahwasanya amalan-amalan itu mengikuti niat. Dan bagi seseorang adalah apa
yang diniatkannya” (Muttafaq Alaih)
·
Contoh
hadits lainnya :
Dari Umar bin
Khaththab radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata:
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: «إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ
امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ
إِلَى إِمْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»
ِ
“Aku
mendengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya
amalan itu tergantung dari niatnya dan setiap orang akan mendapatkan balasan
sesuai dengan niatnya, barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia yang
ingin dicapainya atau untuk wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya sesuai
dengan apa yang ia niatkan.”
b) Perbuatan
Yang
dimaksud perbuatan yaitu perbuatan Nabi dengan penjelasan praktis terhadap
perbuatan-perbuatan dan peraturan-peraturan syari’at yang belum jelas cara
aplikasinya, misalnya cara sholat, dan cara menghadap qiblat, dsb.Demikian ini
telah dipraktikan oleh Nabi dengan perbuatan beliau dihadapan para sahabat
terkecuali ada perbuatan itu hanya spesifik untuk Nabi sendiri.
Contoh
Hadits yang berupa perbuatan:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
Dari
Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallaahu anhuma, ia berkata: “Dahulu Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun malam untuk shalat, menggosok
giginya dengan siwak.”[4]
c) Taqrir
Yang
dimaksud dengan taqrir, ialah keadaan beliau mendiamkan atau tidak mengadaakn
sanggahan terhadap apa yang dilakukan oleh sahabat keika dihadapan beliau.
Disamping itu menurut Hasbi As-Shiddieqy bahwa taqrir ialah membenarkan sesuatu
yang diperbuat oleh sahabat diahadapan nabi, atau diberitakan kepada beliau,
lalu beliau tidak menyanggah serta emnunjukkan bahwa beliau merihoinya.
Contoh
Hadits Taqrir (persetujuan)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ:
أَهْدَتْ أُمُّ حُفَيْدٍ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقِطًا وسَمْنًا وَأَضُبًّا فَأَكَلَ مِنَ الأَقِطِ والسَّمْنِ
وَتَرَكَ الضَّبَّ تَقَّذُّرًا وَأَكَلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ كَانَ حَرَامًا مَا أُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Ibnu
‘Abbasradhiyallaahu ‘anhuma berkata: “Bibiku
Ummu Hufaid pernah memberikan hadiah kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
berupa mentega, keju dan daging dhabb (sejenis biawak). Beliau makan keju dan
menteganya, dan beliau meninggalkan daging biawak karena merasa jijik, kemudian
makanan yang dihidangkan kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
dimakan (oleh para shahabat). Jika (dhabb itu) haram, niscaya kami tidak akan
makan hidangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”[5]
d) Sifat-sifat Rasulullah SAW
Sifat-sifat
Rsaulullah SAW yang termasuk hadits dapat dilihat pada riwayat Anas bin Malik
r.a. sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا
Dari Anas
bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam adalah orang yang paling baik akhlaqnya.”
3. Sehubungan dengan pengertian istilah
yang telah dikemukakan oleh Ulama Hadits , maka secara lebih mendetail, hal-hal
yang termasuk kategori Hadits, menurut Dr. Muhammad Abdul Rauf ialah:
a. Sifat-sifat Nabi yang diriwayatkan oleh
para sahabat.
b. Perbuatan dan akhlak Nabi yang
diriwayatkan oleh para Sahabat
c. Perbuatan para Sahabat di hadapan Nabi
yang dibiarkannya dan tidak dicegahnya, yang disebut taqrir
d. Timbulnya berbagai pendapat sahabat
dihadapan Nabi, lalu beliau mengemukakan pendapatnya sendiri atau mengakui
salah satu pendapat sahabat itu
e. Sabda Nabi yang keluar dari lisan beliau
sendiri.
f. Firman Allah selain Al-Qur’an yang
disampaikan oleh Nabi, yang dinamakan Hadits Qudsy
g. Surat-surat yang dikirimkan Nabi, baik
yang dikirim kepada para sahabat yang bertugas di daerah, maupun yang dikirim
kepada pihak-pihak di luar Islam.
4. Beberapa contoh hadits Nabi
a. Yang berupa perkataan/sabda:
b. Yang berupa perbuatan
c. Yang berupa taqrir
d. Yang berupa sifat/keadaan Nabi
Ada juga yang memberikan pengertian lain yaitu “
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”. Sebagian muhadditsin berpendapat bahwa
pengertian hadist tersebut merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka,
hadist mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas; tidak terbatas pada apa
yang disandarkan kepada Nabi SAW (hadist marfu’) saja, melainkan termasuk juga
yang disandarkan kepada para sahabat (hadist mauquf), dan tabi’in (hadist
maqtu), sebagaimana disebutkan oleh At-Tirmidzi:
“Bahwasanya
hadist itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf,
yaitu yang disandarkan kepada sahabat, dan yang maqtu, yaitu yang disandarkan
kepada tabi’in.
Sementara para ulama ushul
memberikan pengertian hadist adalah : “Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan,
taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.” Berdasarkan
pengertian hadist menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadist adalah segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan
yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan
kepada manusia. Ini berarti ahli ushul membedakan diri Muhammad sebagai rasul
dan sebagai manusia biasa.Yang dikatakan hadist adalah sesuatu yang berkaitan
dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad SAW sebagai Rasulullah.Kebiasaan-kebiasaan,
tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan
sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadist .
B.
PENGERTIAN SUNNAH
1. Pengertian Sunnah
Menurut bahasa sunnah berarti “Jalan
yang teruji dan atau yang tercela”[6].
Menurut Asy-Syaukani, sunnah berarti : jalan, walaupun tidak diridhai. Menurut
Dr. Mustafa As-Siba’iy dalam kitab As-Sunnah wa Makana tuha Fit Tasyri’il
mengatakan bahwa arti sunnah menurut bahasa ialah jalan, baik terpuji maupun
tercela.
Hal
ini sesuai dengan Hadit-Hadits Rasul yang mengatakan:
من سن سنة حسنةفله اجر ها واجر من
عمل بها إلى يوم القيامة, ومن سن سنة سيأة فعليه وزرها ووزرمن عمل بها إلى يو م
القيا مة
“
Barangsiapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya pahala
atas perbuatannya itu dan pahala orang-orang yang mengerjakannya hingga hari
kiamat. Dan barangsiapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang buruk, maka ia
berdosa atas perbuatannya itu dan menanggung dosa orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat.” (HR. Bukhari Muslim)[7]
Adapun arti “Sunnah” menurut istilah,
para ulama berbeda pendapat:
a) Menurut Ahli Hadits
Sunnah ialah:
“Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, taqrir,
pengajaran, sifat, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau, baikyang demikian
itu terjadi sebelum maupun sesudah dibangkit menjadi Rasul.”
b) Menurut Ahli Ushul
Sunnah ialah:
“Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
taqrir (pengakuan), yang mempunyai hubungan dengan hukum.
c) Menurut Ahli Fiqh
Sunnah
ialah:”Suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak diberi
siksa apabila ditinggalkan.”
d) Menurut Ibnu Taimiyah
Sunnah ialah:”
Adat yang telah berulangkali dilakukan oleh masyarakat, baik yang dipandang
ibadat maupun tidak.”
e) Menurut Dr. Taufiq Sidqy
Sunnah ialah:
“Thariqat (jalan) yang dipraktekan oleh Rasulullah SAW terus-menerus dan
diikuti oleh para sahabat beliau.
f) Menurut Prof Dr. T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy
Sunnah ialah:
“Suatu amalan yang dilaksanakan oleh Nabi SAW secara terus-menerus dan
dinukilkan kepada kita dari zaman ke zaman dengan jalan mutawatir”
Dalam kaitan sunnah yang diartikan Assiiratu
atau At-Thariiqotu Khalid bin ‘Utbah Al-Hadzi mengatakan “Janganlah kau halangi
perbuatan yang telah kau lakukan, karena orang yang pertama menyenangi suatu
perbuatan adalah orang yang melakukannya.”[8]
Sementara dalam Hadist Rasulullah
SAW disebutkan:
“Barangsiapa
melakukan sesuatu perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala dari
perbuatannya itu dan pahala orang yang menirunya setelah dia, dengan tidak
dikurangi pahalanya sedikitpun.Dan barang siapa melakukan perbuatan yang jelek,
ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang menirukannya dengan tidak
dikurangi dosanya sedikitpun”. (HR. Muslim)[9]
Dalam
QS. Al-Kahfi : 55 Allah berfirman:
قُبُلًاالْعَذَابُيَأْتِيَهُمُأَوْالْأَوَّلِينَسُنَّةُتَأْتِيَهُمْاأَنْإِلَّرَبَّهُمْغْفِرُواوَيَسْتَالْهُدَىٰهُمُاءَجَإِذْيُؤْمِنُواأَنْالنَّاسَمَنَعَوَمَا
Dan
tidak sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman ketika petunjuk telah
datang kepada mereka, dan memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan
menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat terdahulu.
Dalam
surat Al-Isra’ : 77 Allah berfirman :
تَحْوِيلًلِسُنَّتِنَااتَجِدُاوَلَۖرُسُلِنَامِنْقَبْلَكَأَرْسَلْنَاقَدْمَنْسُنَّةَ
(Kami
menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami
yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan
Kami itu.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat
Al-Quran yang menunjukkan arti Sunnah menurut bahasa seperti dalam QS. Al-Anfal
(8) : 38, Qs. Al-HIjr (15):13, QS Al-Ahzab (33): 38, 62, QS Al-Fathir (35): 43,
QS Al- Mukmin (40): 85, dan QS Al-Fath (48): 23.
Sedang Sunnah menurut istilah di
kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat/ Pengertian Sunnah menurut ahli
Hadist adalah “ Segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, peringai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum
diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.” Jadi definisi tersebut, para ahli
menyamakan antara sunnah dengan hadist. Hal ini terlihat dari definisi yang
diberikan mencakup tradisi Nabi sebelum masa terutusnya Rasul.
Akan tetapi bagi para ulama ushuliyyin
jika antara Sunnah dan Hadist dibedakan, hadist adalah sebatas sunnah qauliyah-nya Nabi SAW saja.
Sunnah cakupannya lebih luas dibanding hadist, sebab sunnah mencakup perkataan,
perbuatan, dan penetapan (taqrir) rasul yang bisa dijadikan dalil hukum syar’i.[10]
Pendapat
tersebut didasarkan kepada firman Allah SWT dalam QS Al-Ahzab ; 21
كَثِيرًااللَّهَاوَذَكَرَلْآخِرَاللَّهَوَالْيَوْمَيَرْجُوكَانَلِمَنْحَسَنَةٌأُسْوَةٌاللَّهِرَسُولِفِيلَكُمْكَانَلَقَدْ
Sesungguhnya telah ada diri Rasul SAW itu
suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Definisi ahli Ushul membatasi
pengertian Sunnah hanya pada segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik
perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang berkaitan dengan hukum
syara’.Dengan demikian, sifat, perilaku, sejarah hidup, dan segala yang
bersumber dari Nabi SAW yang tidak berkaitan dengan hukum syara’ dan terjadi
sebelum diangkat menjadi Rasul tidak dikatakan Sunnah. Demikian pula tidak
dikatakan sebagai sunnah segala yang bersumber dari sahabat dan tabi’in.
Sedangkan Sunnah menurut ahli Fiqh
“Segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW selain yang difardukan dan
diwajibkan dan termasuk hukum (taklifi) yang lima.”[11]Ulama
Fiqh mendefinisikan Sunnah tentang pribadi dan perilaku Rasul SAW pada
perbuatan-perbuatan yang melandasi hukum syara’, untuk diterapkan pada
perbuatan manusia pada umumnya, baik yang wajib, haram, makruh mubah, maupun
sunnat.
Perbedaan pengertian istilah Hadits
dengan Sunnah
1) Menurut Sulaiman An-Nadwi
(a) Hadits ialah: “Segala peristiwa yag
dinisbahkan kepada Nabi SAW, walaupun hanya satu kali saja dikerjakan dan
walaupun hanya diriwayatkan oleh seorang perowi saja”.
(b) Sunnah ialah “Nama bagi sesuatu yang
kita terima dengan jalan mutawatir dari Nabi SAW.”
2) Menurut Dr. Abdul Kadir Hasan
(a) Hadits ialah “Sesuatu yang diriwayatkan
dari Nabi berupa perkara ilmu pengetahuan teori. Jadi bersifat teoritis.
(b) Sunnah ialah sesuatu tradisi yang sudah
tetap dikerjakan oleh Nabi SAW atau berupa perkara yang bersifat amalan. Jadi
bersifat praktis.
3) Menurut Al-Kamal Ibnu Humam
(a) Hadits ialah segala sesuatu yang
diriwayatkan dari Nabi, yang hanya terbatas berupa perkataan saja.
(b) Sunnah ialah segala yang diriwayatkan
dari Nabi, baik perbuatan maupun perkataan.
4) Menurut Dr. Taufiq Sidqy
(a) Hadits ialah pembicaraan yang
diriwayatkan oleh seorang, atau dua orang, kemudian hanya mereka saja yang
mengetahuinya
(b) Sunnah ialah suatu jalan yang
dipraktekan oleh Nabi secara terus-menerus dan diikuti oleh Sahabat beliau.
5) Menurut Ibnu Taimiyah
(a) Istilah Hadits, bila tidak dikaitkan
dengan lafadz lain berarti: Segala yang diriwayatkan dari Nabi, baik perkataan,
perbuatan, dan pengakuannya.
(b) Istilah Sunnah bila tidak dikaitkan
dengan lafadz lain berarti: Tradisi yang berulang kali dilakukan masyarakat,
baik dipandang ibadat maupun tidak.
2. Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa serupa dengan
makna hadist, yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang
lain. Sedang pengertian khabar menurut istilah, antara satu ulama dengan ulama
lainnya berbeda pendapat.Menurut ulama ahli hadist sama artinya dengan hadist,
keduannya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’, mauquf, dan maqtu, mencakup
segala yang datang dari Nabi SAW, sahabat dan tabi’in, baik perkataan,
perbuatan, maupun ketetapannya.[12]
Hadist dengan pengertian khabar sebagaimana tersebut dapat dilihat pada
beberapa ayat Al-Quran, seperti Qs. At-Thur (52) : 34, QS. Al-Kahfi (18):6, dan
QS Ad-Dhuha(93): 11.
Menurut Dr. Subhi Shalih dalam
bukunya Ulumul Hadits wa Musthalahuhu (hal.
10), para Ulama Hadits yang berpendapat demikian ini beralasan selain dari segi
bahasa (yakni bahwa arti Hadits dan Khabar adalah : berita), juga beralasan
bahwa yang disebut para perawi itu, tidaklah terbatas bagi orang yang
meriwayatkan/menukilkan berita dari Nabi semata tetapi juga yang menukilkan
berita dari Sahabat dan Tabi’in. Sebab kenyataannya, para perawi itu tela
meriwayatkan apa yang datang dari Nabi dan yang datang dari selainnya. Oleh
karena itu, tidaklah ada keberatan untuk menyamakan Hadits dengan Khabar.
Sebahagian Ulama Hadits membedakan
pengertian Hadits dengan Khabar. Dr. Muhammad Ajaj Al-Khatib dalam kitabnya Ushulul Hadits menjelaskan :
a. Sebahagian pendapat menyatakan, bahwa
Hadits adalah apa yang berasal dari Nabi, sedang Khabar adalah apa yang berasal
dari selainnya.
b. Sebahagian pendapat mengatakan, bahwa
Hadits bersifat khusus sedang Khabar bersifat umum.[13]sehingga tiap hadist dapat dikatakan khabar, tetapi tidak
setiap khabar dikatakan hadist.
3. Pengertian Atsar
Adapun Atsar menurut pendekatan bahasa
sama pula artinya dengan khabar, hadist, dan sunnah. Sedangkan atsar menurut
istilah terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama. Sedangkan menurut
istilah “ Segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat, dan boleh juga
disandarkan pada perkataan Nabi SAW.
Adapun menurut pengertian istilah, dapat disimpulkan
pada dua pendapat:
1
Atsar
sinonim dengan hadits.
2
Atsar,
tidak sama artinya dengan istilah Hadits.
a. Menurut fuqaha, atsar adalah perkataan-perkataan Ulama Salaf, Sahabat,
Tabi’in dan lain-lain.
b. Menurut fuqaha Khurasan, Atsar adalah perkataan Sahabat. Khabar adalah
hadits Nabi.
c. Az-Zarkasyi, memakai istilah Atsar untuk
hadits Mauquf, tetapi membolehkan
juga untuk memakai istilah Atsar untuk Hadits Marfu’.
Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama
dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat dan
tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf, dan
khabar untuk yang marfu’.
RANGKUMAN PERBEDAAN
HADITS DAN SINONIMNYA
Hadits
dan Sinonimnya
|
Sandaran
|
Aspek
dan Spesifikasi
|
Sifatnya
|
Hadits
|
Nabi
|
Perkataan
(qawli), Perbuatan (fi’li)
Persetujuan
( Taqriri)
|
Lebih
khusus dan sekaligus dilakukan sekali
|
Sunnah
|
Nabi
dan para sahabat
|
Perbuatan
( fi’li)
|
Menjadi
tradisi
|
Khabar
|
Nabi
dan selainnya
|
Perkataan
( qawli), perbuatan ( fi’li)
|
Lebih
umum
|
Atsar
|
Sahabat
dan tabi’in
|
Perkataan
( qawli) perbuatan ( fi’li)
|
Umum
|
4. Pengertian Hadist Qudsiy
Rasul SAW kadang menyampaikan kepada
para ssahabat nasehat dalam bentuk wahyu, akan tetapi bukanlah bagian dari
Al-Quran. Itulah yang biasa disebut dengan Hadist Qudsiy atau Hadist Ilahi atau
Hadist Rabbany.Yang dimaksud dengan hadist Qudsiy yaitu setiap hadist yang
Rasul menyandarkan perkataannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.[14]
Pengertian lain adalah Sesuatu yang
dikhabarkan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham atau impian yang
kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham tersebut dengan ungkapan kata.
Bentuk-bentuk periwayatan hadits qudssy
pada umumnya menggunakan kata-kata yang disandarkan kepada Allah, misalnya
sebagai berikut:
a. Nabi SAW bersabda: Allah ‘azza wajalla
berfirman
b. Rasulullah SAW bersabda pada apa yang
beliau riwayatkan dari Allah SWT
c. Rasulullah SAW menceritakan dari
Tuhannya, Dia berfirman….[15]
Contoh Hadits qudsi :
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
” قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ؛ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ”.
رواه مسلم (وكذلك ابن ماجه)
” قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ؛ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ”.
رواه مسلم (وكذلك ابن ماجه)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, beliau berkata, Telah bersabda
Rasulullah ﷺ, “Telah
berfirman Allah tabaraka wa ta’ala (Yang Maha Suci dan Maha Luhur), Aku adalah
Dzat Yang Maha Mandiri, Yang Paling tidak membutuhkan sekutu; Barang siapa
beramal sebuah amal menyekutukan Aku dalam amalan itu, maka Aku meninggalkannya
dan sekutunya”. ~ Diriwayatkan oleh Muslim (dan
begitu juga oleh Ibnu Majah)[16]
Contoh hadits qudsi lainnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
” قَالَ اللَّهُ: يَسُبُّ بَنُو آدَمَ الدَّهْرَ، وَأَنَا الدَّهْرُ، بِيَدِي اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ”
رواه البخاري (وكذلك مسلم)
” قَالَ اللَّهُ: يَسُبُّ بَنُو آدَمَ الدَّهْرَ، وَأَنَا الدَّهْرُ، بِيَدِي اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ”
رواه البخاري (وكذلك مسلم)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, beliau berkata,
telah bersabda Rasulullah ﷺ, “Allah
Telah Berfirman, ‘Anak – anak adam (umat manusia) mengecam waktu1;
dan aku adalah (Pemilik) Waktu; dalam kekuasaanku malam dan siang’”
~Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan begitu juga Muslim.[17]
v Perbedaan Hadits Qudsi dengan Hadits
Nabawi :
(1) Pada hadits nabawai Rasul menjadi
sandaran sumber pemberitaan, sedang hadits qudsy beliau menyandarkan kepada
Allah SWT.
(2) Pada Hadits qudsy Nabi hanya
memberitakan perkataan sedang hadits nabawi pemberitaannya meliputi
perkataan,perbuatan dan persetujuan.
(3) Haaditsnabawi lafal dan maknanya dari
Nabi menurut sebagian pendapat, sedang hadits qudsy maknanya dari Allah
redaksinya disusun oleh Nabi.
(4) Hdits qudsy selalu menggunakan ungkapan
orang pertama : Aku (Allah) …. Hai hamba-Ku…., sedang hadits nabawi tidak
menggunakan ungkapan tersebut.[18]
v Perbedaan Hadist Qudsiy dengan Al-Quran:
a) Semua lafazh Al-Quran adalah mutawatir,
terjaga dari perubahan dan penggantian karena ia mukjizat, sedang hadist qudsiy
tidak demikian.
b) Al-Qur’an merupakan wahyu yang lafadz
dan maknanya berasal dari Allah, sedang hadits qudsy merupakan wahyu dari Allah
tetapi oleh Rasul diberitakan dengan kata-kata beliau sendiri.[19]
c) Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang
diturunkan kepada Muhammad dengan perantaraan Jibril, sedang Hadits qudsy
merupakan wahyu Allah yang diturunkan langsung kepada Muhammad dengan cara
ilham atau impian.
d) Ada larangan periwayatan Al-Quran dengan
makna, sementara hadist tidak
e) Ketentuan hukum bagi Al-Quran tidak
berlaku bagi hadist Qudsiy, seperti larangan membacanya bagi orang yang sedang
berhadas, baik kecil maupun besar.
f) Dinilai ibadah bagi yang membaca
Al-Quran, sementara pada hadist Qudsiy tidak demikian
g) Al-Quran bisa dibaca untuk shalat
sementara hadist tidak
h) Proses pewahyuan ayat-ayat Al-Quran
dengan makna dan lafadz yang jelas dari Allah, sedangkan hadist qudsiy maknanya
dari Allah sementara lafadznya dari Nabi sendiri.
i)
Bagian-bagian
dari Al-Qur’an ada yang disebut dengan juz, surah, dan ayat, sedang hadits
tidak mengenal bagian tersebut.[20]
BAB
III
KESIMPULAN
Dengan memperhatikan perbedaan pengertian antara istilah hadits dengan
sunnah tersebut diatas , maka dapatlah di tarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
a. Bila di tinjau dari segi subjek yang
menjdi sumber asalnya , maka pengertian hadits dan sunnah adalah sama .yakni
sama-sama berasal dari Rasulullah s.a.w.
b. Bila di tinjau dari segi kulitas
amaliyah dan periwatanya , maka hadits berada di bawah sunnah .Sebab hadits
merupakan suatu berita tentang suatu peristiwa yang di sandarkan kepada nabi,
walaupun hanya sekali saja beliau mengerjakanya dan walaupun hanya diriwayatkan
oleh seorang saja.Sedang sunnah , merupakan suatu amaliyah yang terus menerus
di laksanakn oleh nabi s.a.w bererta para sahabatnya .
Menurut ulama ahli hadist sama artinya
dengan hadist, keduannya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’, mauquf, dan maqtu,
mencakup segala yang datang dari Nabi SAW, sahabat dan tabi’in, baik perkataan,
perbuatan, maupun ketetapannya. Sedang Atsar adalah “ Segala sesuatu yang
diriwayatkan dari sahabat, dan boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW.Dan
Hadits Qudsi adalah Sesuatu yang dikhabarkan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan
melalui ilham atau impian yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham
tersebut dengan ungkapan kata.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
M. Syuhudi Ismali, Pengantar Ilmu Hadits,
Angkasa: Bandung
Dr.
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits,
Amzh: Jakarta.2008
Drs.
H. Umar, Ilmu Hadits, Nora Media
Enterprise:Kudus, 2011
Drs.
Munzier Suparta, Ilmu Hadits,
Grafindo Persada:Jakarta, 2002
Muhammad
Ajjaj Al- Khathib,Ushul Al-Hadist
‘Ulumuhu wa Mustalahuhu :Beirut. 1981
http://almuslimah.wordpress.com/2009/08/28/mukadimah-ilmu-hadits/
http://www.haditsqudsi.com/
[1] Ibn Manzhur, Lisan Al’Arab, Juz II, (Mesir: Dar Al-Mishriyah,
t.t.), hlm 436-439, Muhammad Al-Fayumi, Mishbah Al-Munir fi Gharib Al-Syarh Al-Kabir li Al-Rafi’I, Juz I,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah), 1978, hlm 150-151.
[2] Drs. H. Umar, Ilmu Hadits,
Nora Media Enterprise:Kudus, 2011, hlm 3
[3]Muhammad Muhfidz ibn Abdillah Al-Tirmisi, Manhaj Dzawi Al-Nazhar
(Jeddah: Al-Haramain, 1974), hlm 8. Lihat juga Muhammad Jamal Al-Din Al-Qasimi,
Qawa’id Al-Tahdist min Funun Musthalah Al-Hadist, (Beirut: Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyah, 1979, hlm 61.
[4]http://almuslimah.wordpress.com/2009/08/28/mukadimah-ilmu-hadits/
[5]http://almuslimah.wordpress.com/2009/08/28/mukadimah-ilmu-hadits/
[6] Dr. Musthafa Al-Siba’I, Al-Sunnah wa Makanatuha fi l-Tasyri’
Al-Islami, (Kairo: Dar Al-Salam, 1998 hlm 57.
[7] Drs. M. Syuhudi Ismali, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa: Banfung,
hlm 11
[8] Muhammad Ajjaj Al- Khathib, Al-Sunnah Qabla At-Tadwin, Beirut,
1997, hlm 17, dalam buku lain Ushul Al-Hadist ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu, Beirut,
1981, hlm 17
[9]Abu Al-Husain uslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an- Naisaburi, Shahih
Muslim Syarah An-Nawawi, MAtba’ah Al-Misriyah, Kairo, 1349, hlm 705.
[10] ‘Ajjaj Al-Khathib, Ibid, hlm 27
[11] Dr. Musththafa Al-Siba’I, op.cit , hlm 58
[12] ‘Ajjaj Al-Khathib, op.cit, hlm 28
[13] Dr. M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa:Bandung, hlm
10
[14] ‘Ajjaj Al-Khathib, op.cit, hlm 28
[15] Dr.H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Amzah:Jakarta, 2008, hlm 11
[16]http://www.haditsqudsi.com/
[17]http://www.haditsqudsi.com/
[18] Dr. H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Amzah:Jakarta, 2008, hlm13
[19] Drs. M.Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa:Bandung,hlm26
[20] Drs. M . Syuhudi Ismali, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa:Bandung,
hlm 26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar