Artikel terkait

Selasa, 02 Desember 2014

PENGERTIAN HADITS

Bismillahirrohmanirrohim



BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kehidupan di dunia ini kita berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadits. Pada Al-Qur’an semua wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW baik dengan cara inspiratif, diajak bicara langsung oleh ALLAH lewat tabir, melalui penglihatan di waktu tidur ataupun dari utusan ALLAH seperti malaikat jibril adalah mutlak. Apapun yang tertulis didalam Al-Qur’an itu bersifat abadi dan tidak bisa dirubah karena Al-Qur’an sebagai penyempurna kitab-kitab terdahulu. Jadi apa yang terdapat didalam Al-Qur’an saat ini begitu jugalah yang terdapat pada masa nabi dan para rasul.
Sedangkan hadits adalah segala apa yang diberitakan dari nabi Muhammad Saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, atau berupa pembiasaan atas perbuatan sahabatnya.Karena hadits ini ada yang bisa diterima dan ditolak oleh para ulama maka dari itu Ilmu Hadits sangat diperlukan agar kita bisa menjalani kehidupan ini dengan baik dan benar.
Kita perlu mempelajari apa pengertian hadits, karena hadits sendiri mempunyai banyak sinonim yang membuat kita bingung. Sinonim tersebut diantaranya sunnah, khabar, atsar, dan hadits qudsi. Untuk itu kami di sisni akan menjelaskan pengertian dan perbedaan antara hadits, sunnah, khabar, atsar, dan hadits qudsi.







PENGERTIAN HADITS



BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HADITS
            Hadits atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru, artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang singkat seperti    (orang yang baru masuk/memeluk agama Islam). Hadits juga sering disebut dengan al-khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadits. [1]
1.      Pengertian Hadits menurut bahasa dari berbagai pendapat:
a)      Mahmuda Thahan memberi definisi “Hadits menurut bahasa berarti “yang baru”
b)      Menurut Hasbi as-Shiddieqy (1974:20) dalam sejarah  dan pengantar ilmu hadits, memberikan ta’rif hadits menurut bahasa sebagi berikut :
·         Hadits dalam pengertian jadid, yaknisesuatu yang baru.
·         Hadits dalam pengertian alqarib yakni sesuatu yang belum lama terjadi, seperti dalam perkataan yang mempunyai pengertian orang yang baru masuk islam
·         Hadits dalam pengertian khabar atau masalah yang sedang dibicarakan, seperti dalam perkataan, artinya sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang, sama maknanya dengan hadits.[2]
                        Sedangkan menurut terminologi (istilah), menurut ahli hadits, pengertian hadist ialah “Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya”.Yang imaksud hal ihwal ialah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.[3]
2.      Menurut istilah (terminology), para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang Hadist :
a.       Ulama Hadits umumnya menyatakan, bahwa “Hadits ialah segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau dan segala keadaan beliau.”
Termasuk “ segala keadaan beliau” adalah: Sejarah hidup beliau, yakni: waktu kelahiran beliau, keadaan sebelum dan sesudah beliau diangkat sebagai Rasul.
Menurut At-Thahan memberikan definisi “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir sifat kepribadian nabi.”
b.      Ulama Ushul menyatakan, bahwa: “Hadits ialah segala perkataan, segala perbuatan dan taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum”. (Hasbi as-Shiddieqy, 1980, hlm 23)
c.       Sebagian Ulama, antara lain At-Thiby menyatakan, bahwa “Hadits ialah segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi, para sahabat-nya dan para Tabi’in.”
d.      Abdul Wahab Ibnu Subky dalam “Mutnul Jam’il Jawami” menyatakan, bahwa “Hadits ialah segala perkataan dan perbuatan Nabi SAW.”
Demikian pengertian hadits dapat disimpulkan bahwa hadits meliputi perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad SAW:
a)      Perkataan
Yang dimaksud perkataan Nabi Muhammad SAW ialah perkataan yang pernah beliau ucapkan dalam bidang hukum (syari’at), akhlak, aqidah, pendidikan, dsb. Sebagai contoh perkataan beliau yang mengandung hukum (syari’at), misalnya sabda beliau yang diriwayatkan oleh Umar ibn Khathab:
عثعمربثالخطابرضى لله عثه قا ل :سمعت ر سول لله صلى  لله عليه وسلم قا ل : إنما الأ عمل با لنيا ث وإنما لكل امر ى ما نوى
Dari umar Ibnu Khathab r.a. ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “ bahwasanya amalan-amalan itu mengikuti niat. Dan bagi seseorang adalah apa yang diniatkannya” (Muttafaq Alaih)
·         Contoh hadits lainnya :
Dari Umar bin Khaththab radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata:
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: «إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ إِلَى إِمْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»
ِ
“Aku mendengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya, barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia yang ingin dicapainya atau untuk wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
b)      Perbuatan
Yang dimaksud perbuatan yaitu perbuatan Nabi dengan penjelasan praktis terhadap perbuatan-perbuatan dan peraturan-peraturan syari’at yang belum jelas cara aplikasinya, misalnya cara sholat, dan cara menghadap qiblat, dsb.Demikian ini telah dipraktikan oleh Nabi dengan perbuatan beliau dihadapan para sahabat terkecuali ada perbuatan itu hanya spesifik untuk Nabi sendiri.
Contoh Hadits yang berupa perbuatan:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallaahu anhuma, ia berkata: “Dahulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun malam untuk shalat, menggosok giginya dengan siwak.”[4]
c)      Taqrir
Yang dimaksud dengan taqrir, ialah keadaan beliau mendiamkan atau tidak mengadaakn sanggahan terhadap apa yang dilakukan oleh sahabat keika dihadapan beliau. Disamping itu menurut Hasbi As-Shiddieqy bahwa taqrir ialah membenarkan sesuatu yang diperbuat oleh sahabat diahadapan nabi, atau diberitakan kepada beliau, lalu beliau tidak menyanggah serta emnunjukkan bahwa beliau merihoinya.
Contoh Hadits Taqrir (persetujuan)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: أَهْدَتْ أُمُّ حُفَيْدٍ خَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقِطًا وسَمْنًا وَأَضُبًّا فَأَكَلَ مِنَ الأَقِطِ والسَّمْنِ وَتَرَكَ الضَّبَّ تَقَّذُّرًا وَأَكَلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ كَانَ حَرَامًا مَا أُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Ibnu ‘Abbasradhiyallaahu ‘anhuma berkata: “Bibiku Ummu Hufaid pernah memberikan hadiah kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berupa mentega, keju dan daging dhabb (sejenis biawak). Beliau makan keju dan menteganya, dan beliau meninggalkan daging biawak karena merasa jijik, kemudian makanan yang dihidangkan kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dimakan (oleh para shahabat). Jika (dhabb itu) haram, niscaya kami tidak akan makan hidangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”[5]

d)     Sifat-sifat Rasulullah SAW
Sifat-sifat Rsaulullah SAW yang termasuk hadits dapat dilihat pada riwayat Anas bin Malik r.a. sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا
Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaqnya.”
3.      Sehubungan dengan pengertian istilah yang telah dikemukakan oleh Ulama Hadits , maka secara lebih mendetail, hal-hal yang termasuk kategori Hadits, menurut Dr. Muhammad Abdul Rauf ialah:
a.       Sifat-sifat Nabi yang diriwayatkan oleh para sahabat.
b.      Perbuatan dan akhlak Nabi yang diriwayatkan oleh para Sahabat
c.       Perbuatan para Sahabat di hadapan Nabi yang dibiarkannya dan tidak dicegahnya, yang disebut taqrir
d.      Timbulnya berbagai pendapat sahabat dihadapan Nabi, lalu beliau mengemukakan pendapatnya sendiri atau mengakui salah satu pendapat sahabat itu
e.       Sabda Nabi yang keluar dari lisan beliau sendiri.
f.       Firman Allah selain Al-Qur’an yang disampaikan oleh Nabi, yang dinamakan Hadits Qudsy
g.      Surat-surat yang dikirimkan Nabi, baik yang dikirim kepada para sahabat yang bertugas di daerah, maupun yang dikirim kepada pihak-pihak di luar Islam.
4.      Beberapa contoh hadits Nabi
a.       Yang berupa perkataan/sabda:
b.      Yang berupa perbuatan
c.       Yang berupa taqrir
d.      Yang berupa sifat/keadaan Nabi
Ada juga yang memberikan pengertian lain yaitu “ Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”. Sebagian muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadist tersebut merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadist mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas; tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW (hadist marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadist mauquf), dan tabi’in (hadist maqtu), sebagaimana disebutkan oleh At-Tirmidzi:
“Bahwasanya hadist itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf, yaitu yang disandarkan kepada sahabat, dan yang maqtu, yaitu yang disandarkan kepada tabi’in.
            Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadist adalah : “Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.” Berdasarkan pengertian hadist menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadist adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Ini berarti ahli ushul membedakan diri Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa.Yang dikatakan hadist adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad SAW sebagai Rasulullah.Kebiasaan-kebiasaan, tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadist .
B. PENGERTIAN SUNNAH
1.      Pengertian Sunnah
Menurut bahasa sunnah berarti “Jalan yang teruji dan atau yang tercela”[6]. Menurut Asy-Syaukani, sunnah berarti : jalan, walaupun tidak diridhai. Menurut Dr. Mustafa As-Siba’iy dalam kitab As-Sunnah wa Makana tuha Fit Tasyri’il mengatakan bahwa arti sunnah menurut bahasa ialah jalan, baik terpuji maupun tercela.
Hal ini sesuai dengan Hadit-Hadits Rasul yang mengatakan:
من سن سنة حسنةفله اجر ها واجر من عمل بها إلى يوم القيامة, ومن سن سنة سيأة فعليه وزرها ووزرمن عمل بها إلى يو م القيا مة
“ Barangsiapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya pahala atas perbuatannya itu dan pahala orang-orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat. Dan barangsiapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang buruk, maka ia berdosa atas perbuatannya itu dan menanggung dosa orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.” (HR. Bukhari Muslim)[7]

Adapun arti “Sunnah” menurut istilah, para ulama berbeda pendapat:
a)      Menurut Ahli Hadits
Sunnah ialah: “Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, taqrir, pengajaran, sifat, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau, baikyang demikian itu terjadi sebelum maupun sesudah dibangkit menjadi Rasul.”
b)      Menurut Ahli Ushul
Sunnah ialah: “Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir (pengakuan), yang mempunyai hubungan dengan hukum.
c)      Menurut Ahli Fiqh
Sunnah ialah:”Suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak diberi siksa apabila ditinggalkan.”
d)     Menurut Ibnu Taimiyah
Sunnah ialah:” Adat yang telah berulangkali dilakukan oleh masyarakat, baik yang dipandang ibadat maupun tidak.”
e)      Menurut Dr. Taufiq Sidqy
Sunnah ialah: “Thariqat (jalan) yang dipraktekan oleh Rasulullah SAW terus-menerus dan diikuti oleh para sahabat beliau.
f)       Menurut Prof Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy
Sunnah ialah: “Suatu amalan yang dilaksanakan oleh Nabi SAW secara terus-menerus dan dinukilkan kepada kita dari zaman ke zaman dengan jalan mutawatir”
 Dalam kaitan sunnah yang diartikan Assiiratu atau At-Thariiqotu Khalid bin ‘Utbah Al-Hadzi mengatakan “Janganlah kau halangi perbuatan yang telah kau lakukan, karena orang yang pertama menyenangi suatu perbuatan adalah orang yang melakukannya.”[8]
            Sementara dalam Hadist Rasulullah SAW disebutkan:
“Barangsiapa melakukan sesuatu perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya itu dan pahala orang yang menirunya setelah dia, dengan tidak dikurangi pahalanya sedikitpun.Dan barang siapa melakukan perbuatan yang jelek, ia akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang menirukannya dengan tidak dikurangi dosanya sedikitpun”. (HR. Muslim)[9]

Dalam QS. Al-Kahfi : 55 Allah berfirman:

قُبُلًاالْعَذَابُيَأْتِيَهُمُأَوْالْأَوَّلِينَسُنَّةُتَأْتِيَهُمْاأَنْإِلَّرَبَّهُمْغْفِرُواوَيَسْتَالْهُدَىٰهُمُاءَجَإِذْيُؤْمِنُواأَنْالنَّاسَمَنَعَوَمَا
Dan tidak sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat terdahulu.
Dalam surat Al-Isra’ : 77 Allah berfirman :
تَحْوِيلًلِسُنَّتِنَااتَجِدُاوَلَۖرُسُلِنَامِنْقَبْلَكَأَرْسَلْنَاقَدْمَنْسُنَّةَ
(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu. 
            Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan arti Sunnah menurut bahasa seperti dalam QS. Al-Anfal (8) : 38, Qs. Al-HIjr (15):13, QS Al-Ahzab (33): 38, 62, QS Al-Fathir (35): 43, QS Al- Mukmin (40): 85, dan QS Al-Fath (48): 23.
            Sedang Sunnah menurut istilah di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat/ Pengertian Sunnah menurut ahli Hadist adalah “ Segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, peringai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.” Jadi definisi tersebut, para ahli menyamakan antara sunnah dengan hadist. Hal ini terlihat dari definisi yang diberikan mencakup tradisi Nabi sebelum masa terutusnya Rasul.
Akan tetapi bagi para ulama ushuliyyin jika antara Sunnah dan Hadist dibedakan, hadist adalah sebatas sunnah qauliyah-nya Nabi SAW saja. Sunnah cakupannya lebih luas dibanding hadist, sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan, dan penetapan (taqrir) rasul yang bisa dijadikan dalil hukum syar’i.[10]
Pendapat tersebut didasarkan kepada firman Allah SWT dalam QS Al-Ahzab ; 21

كَثِيرًااللَّهَاوَذَكَرَلْآخِرَاللَّهَوَالْيَوْمَيَرْجُوكَانَلِمَنْحَسَنَةٌأُسْوَةٌاللَّهِرَسُولِفِيلَكُمْكَانَلَقَدْ
Sesungguhnya telah ada diri Rasul SAW itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
            Definisi ahli Ushul membatasi pengertian Sunnah hanya pada segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’.Dengan demikian, sifat, perilaku, sejarah hidup, dan segala yang bersumber dari Nabi SAW yang tidak berkaitan dengan hukum syara’ dan terjadi sebelum diangkat menjadi Rasul tidak dikatakan Sunnah. Demikian pula tidak dikatakan sebagai sunnah segala yang bersumber dari sahabat dan tabi’in.
            Sedangkan Sunnah menurut ahli Fiqh “Segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW selain yang difardukan dan diwajibkan dan termasuk hukum (taklifi) yang lima.”[11]Ulama Fiqh mendefinisikan Sunnah tentang pribadi dan perilaku Rasul SAW pada perbuatan-perbuatan yang melandasi hukum syara’, untuk diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya, baik yang wajib, haram, makruh mubah, maupun sunnat.
            Perbedaan pengertian istilah Hadits dengan Sunnah
1)      Menurut Sulaiman An-Nadwi
(a)    Hadits ialah: “Segala peristiwa yag dinisbahkan kepada Nabi SAW, walaupun hanya satu kali saja dikerjakan dan walaupun hanya diriwayatkan oleh seorang perowi saja”.
(b)   Sunnah ialah “Nama bagi sesuatu yang kita terima dengan jalan mutawatir dari Nabi SAW.”
2)      Menurut Dr. Abdul Kadir Hasan
(a)    Hadits ialah “Sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi berupa perkara ilmu pengetahuan teori. Jadi bersifat teoritis.
(b)   Sunnah ialah sesuatu tradisi yang sudah tetap dikerjakan oleh Nabi SAW atau berupa perkara yang bersifat amalan. Jadi bersifat praktis.
3)      Menurut Al-Kamal Ibnu Humam
(a)    Hadits ialah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi, yang hanya terbatas berupa perkataan saja.
(b)   Sunnah ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi, baik perbuatan maupun perkataan.
4)      Menurut Dr. Taufiq Sidqy
(a)    Hadits ialah pembicaraan yang diriwayatkan oleh seorang, atau dua orang, kemudian hanya mereka saja yang mengetahuinya
(b)   Sunnah ialah suatu jalan yang dipraktekan oleh Nabi secara terus-menerus dan diikuti oleh Sahabat beliau.
5)      Menurut Ibnu Taimiyah
(a)    Istilah Hadits, bila tidak dikaitkan dengan lafadz lain berarti: Segala yang diriwayatkan dari Nabi, baik perkataan, perbuatan, dan pengakuannya.
(b)   Istilah Sunnah bila tidak dikaitkan dengan lafadz lain berarti: Tradisi yang berulang kali dilakukan masyarakat, baik dipandang ibadat maupun tidak.

2.      Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadist, yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar menurut istilah, antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat.Menurut ulama ahli hadist sama artinya dengan hadist, keduannya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’, mauquf, dan maqtu, mencakup segala yang datang dari Nabi SAW, sahabat dan tabi’in, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.[12] Hadist dengan pengertian khabar sebagaimana tersebut dapat dilihat pada beberapa ayat Al-Quran, seperti Qs. At-Thur (52) : 34, QS. Al-Kahfi (18):6, dan QS Ad-Dhuha(93): 11.
Menurut Dr. Subhi Shalih dalam bukunya Ulumul Hadits wa Musthalahuhu (hal. 10), para Ulama Hadits yang berpendapat demikian ini beralasan selain dari segi bahasa (yakni bahwa arti Hadits dan Khabar adalah : berita), juga beralasan bahwa yang disebut para perawi itu, tidaklah terbatas bagi orang yang meriwayatkan/menukilkan berita dari Nabi semata tetapi juga yang menukilkan berita dari Sahabat dan Tabi’in. Sebab kenyataannya, para perawi itu tela meriwayatkan apa yang datang dari Nabi dan yang datang dari selainnya. Oleh karena itu, tidaklah ada keberatan untuk menyamakan Hadits dengan Khabar.
Sebahagian Ulama Hadits membedakan pengertian Hadits dengan Khabar. Dr. Muhammad Ajaj Al-Khatib dalam kitabnya Ushulul Hadits menjelaskan :
a.       Sebahagian pendapat menyatakan, bahwa Hadits adalah apa yang berasal dari Nabi, sedang Khabar adalah apa yang berasal dari selainnya.
b.      Sebahagian pendapat mengatakan, bahwa Hadits bersifat khusus sedang Khabar bersifat umum.[13]sehingga tiap hadist dapat dikatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dikatakan hadist.
3.      Pengertian Atsar
Adapun Atsar menurut pendekatan bahasa sama pula artinya dengan khabar, hadist, dan sunnah. Sedangkan atsar menurut istilah terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama. Sedangkan menurut istilah “ Segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat, dan boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW.
Adapun menurut pengertian istilah, dapat disimpulkan pada dua pendapat:
1        Atsar sinonim dengan hadits.
2        Atsar, tidak sama artinya dengan istilah Hadits.
a.       Menurut fuqaha, atsar adalah perkataan-perkataan Ulama Salaf, Sahabat, Tabi’in dan lain-lain.
b.      Menurut fuqaha Khurasan, Atsar adalah perkataan Sahabat. Khabar adalah hadits Nabi.
c.       Az-Zarkasyi, memakai istilah Atsar untuk hadits Mauquf, tetapi membolehkan juga untuk memakai istilah Atsar untuk Hadits Marfu’.
Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf, dan khabar untuk yang marfu’.






RANGKUMAN PERBEDAAN HADITS DAN SINONIMNYA
Hadits dan Sinonimnya
Sandaran
Aspek dan Spesifikasi
Sifatnya
Hadits
Nabi
Perkataan (qawli), Perbuatan (fi’li)
Persetujuan ( Taqriri)
Lebih khusus dan sekaligus dilakukan sekali
Sunnah
Nabi dan para sahabat
Perbuatan ( fi’li)
Menjadi tradisi
Khabar
Nabi dan selainnya
Perkataan ( qawli), perbuatan ( fi’li)
Lebih umum
Atsar
Sahabat dan tabi’in
Perkataan ( qawli) perbuatan ( fi’li)
Umum

4.      Pengertian Hadist Qudsiy
Rasul SAW kadang menyampaikan kepada para ssahabat nasehat dalam bentuk wahyu, akan tetapi bukanlah bagian dari Al-Quran. Itulah yang biasa disebut dengan Hadist Qudsiy atau Hadist Ilahi atau Hadist Rabbany.Yang dimaksud dengan hadist Qudsiy yaitu setiap hadist yang Rasul menyandarkan perkataannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.[14]
Pengertian lain adalah Sesuatu yang dikhabarkan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham atau impian yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham tersebut dengan ungkapan kata.
Bentuk-bentuk periwayatan hadits qudssy pada umumnya menggunakan kata-kata yang disandarkan kepada Allah, misalnya sebagai berikut:
a.        Nabi SAW bersabda: Allah ‘azza wajalla berfirman
b.      Rasulullah SAW bersabda pada apa yang beliau riwayatkan dari Allah SWT
c.       Rasulullah SAW menceritakan dari Tuhannya, Dia berfirman….[15]


Contoh Hadits qudsi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: 
” قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ؛ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ”. 
رواه مسلم (وكذلك ابن ماجه)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, beliau berkata, Telah bersabda Rasulullah , “Telah berfirman Allah tabaraka wa ta’ala (Yang Maha Suci dan Maha Luhur), Aku adalah Dzat Yang Maha Mandiri, Yang Paling tidak membutuhkan sekutu; Barang siapa beramal sebuah amal menyekutukan Aku dalam amalan itu, maka Aku meninggalkannya dan sekutunya”. ~ Diriwayatkan oleh Muslim (dan begitu juga oleh Ibnu Majah)[16]
Contoh hadits qudsi lainnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: 
” قَالَ اللَّهُ: يَسُبُّ بَنُو آدَمَ الدَّهْرَ، وَأَنَا الدَّهْرُ، بِيَدِي اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ” 
رواه البخاري (وكذلك مسلم)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, beliau berkata, telah bersabda Rasulullah , “Allah Telah Berfirman, ‘Anak – anak adam (umat manusia) mengecam waktu1; dan aku adalah (Pemilik) Waktu; dalam kekuasaanku malam dan siang’” ~Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan begitu juga Muslim.[17]
v  Perbedaan Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi :
(1)   Pada hadits nabawai Rasul menjadi sandaran sumber pemberitaan, sedang hadits qudsy beliau menyandarkan kepada Allah SWT.
(2)   Pada Hadits qudsy Nabi hanya memberitakan perkataan sedang hadits nabawi pemberitaannya meliputi perkataan,perbuatan dan persetujuan.
(3)   Haaditsnabawi lafal dan maknanya dari Nabi menurut sebagian pendapat, sedang hadits qudsy maknanya dari Allah redaksinya disusun oleh Nabi.
(4)   Hdits qudsy selalu menggunakan ungkapan orang pertama : Aku (Allah) …. Hai hamba-Ku…., sedang hadits nabawi tidak menggunakan  ungkapan tersebut.[18]
v  Perbedaan Hadist Qudsiy dengan Al-Quran:
a)      Semua lafazh Al-Quran adalah mutawatir, terjaga dari perubahan dan penggantian karena ia mukjizat, sedang hadist qudsiy tidak demikian.
b)      Al-Qur’an merupakan wahyu yang lafadz dan maknanya berasal dari Allah, sedang hadits qudsy merupakan wahyu dari Allah tetapi oleh Rasul diberitakan dengan kata-kata beliau sendiri.[19]
c)      Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad dengan perantaraan Jibril, sedang Hadits qudsy merupakan wahyu Allah yang diturunkan langsung kepada Muhammad dengan cara ilham atau impian.
d)     Ada larangan periwayatan Al-Quran dengan makna, sementara hadist tidak
e)      Ketentuan hukum bagi Al-Quran tidak berlaku bagi hadist Qudsiy, seperti larangan membacanya bagi orang yang sedang berhadas, baik kecil maupun besar.
f)       Dinilai ibadah bagi yang membaca Al-Quran, sementara pada hadist Qudsiy tidak demikian
g)      Al-Quran bisa dibaca untuk shalat sementara hadist tidak
h)      Proses pewahyuan ayat-ayat Al-Quran dengan makna dan lafadz yang jelas dari Allah, sedangkan hadist qudsiy maknanya dari Allah sementara lafadznya dari Nabi sendiri.
i)        Bagian-bagian dari Al-Qur’an ada yang disebut dengan juz, surah, dan ayat, sedang hadits tidak mengenal bagian tersebut.[20]





BAB III
KESIMPULAN
Dengan memperhatikan perbedaan  pengertian antara istilah hadits dengan sunnah tersebut diatas , maka dapatlah di tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a.       Bila di tinjau dari segi subjek yang menjdi sumber asalnya , maka pengertian hadits dan sunnah adalah sama .yakni sama-sama berasal dari Rasulullah s.a.w.
b.      Bila di tinjau dari segi kulitas amaliyah dan periwatanya , maka hadits berada di bawah sunnah .Sebab hadits merupakan suatu berita tentang suatu peristiwa yang di sandarkan kepada nabi, walaupun hanya sekali saja beliau mengerjakanya dan walaupun hanya diriwayatkan oleh seorang saja.Sedang sunnah , merupakan suatu amaliyah yang terus menerus di laksanakn oleh nabi s.a.w bererta para sahabatnya .
Menurut ulama ahli hadist sama artinya dengan hadist, keduannya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’, mauquf, dan maqtu, mencakup segala yang datang dari Nabi SAW, sahabat dan tabi’in, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya. Sedang Atsar adalah “ Segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat, dan boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW.Dan Hadits Qudsi adalah Sesuatu yang dikhabarkan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham atau impian yang kemudian Nabi menyampaikan makna dari ilham tersebut dengan ungkapan kata.













DAFTAR PUSTAKA

Drs. M. Syuhudi Ismali, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa: Bandung
Dr. H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Amzh: Jakarta.2008
Drs. H. Umar, Ilmu Hadits, Nora Media Enterprise:Kudus, 2011
Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadits, Grafindo Persada:Jakarta, 2002
Muhammad Ajjaj Al- Khathib,Ushul Al-Hadist ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu :Beirut. 1981
http://almuslimah.wordpress.com/2009/08/28/mukadimah-ilmu-hadits/
http://www.haditsqudsi.com/


[1] Ibn Manzhur, Lisan Al’Arab, Juz II, (Mesir: Dar Al-Mishriyah, t.t.), hlm 436-439, Muhammad Al-Fayumi, Mishbah Al-Munir fi Gharib  Al-Syarh Al-Kabir li Al-Rafi’I, Juz I, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah), 1978, hlm 150-151.
[2] Drs. H. Umar,  Ilmu Hadits, Nora Media Enterprise:Kudus, 2011, hlm 3
[3]Muhammad Muhfidz ibn Abdillah Al-Tirmisi, Manhaj Dzawi Al-Nazhar (Jeddah: Al-Haramain, 1974), hlm 8. Lihat juga Muhammad Jamal Al-Din Al-Qasimi, Qawa’id Al-Tahdist min Funun Musthalah Al-Hadist, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1979, hlm 61.
[4]http://almuslimah.wordpress.com/2009/08/28/mukadimah-ilmu-hadits/
[5]http://almuslimah.wordpress.com/2009/08/28/mukadimah-ilmu-hadits/
[6] Dr. Musthafa Al-Siba’I, Al-Sunnah wa Makanatuha fi l-Tasyri’ Al-Islami, (Kairo: Dar Al-Salam, 1998 hlm 57.
[7] Drs. M. Syuhudi Ismali, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa: Banfung, hlm 11
[8] Muhammad Ajjaj Al- Khathib, Al-Sunnah Qabla At-Tadwin, Beirut, 1997, hlm 17, dalam buku lain Ushul Al-Hadist ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu, Beirut, 1981, hlm 17
[9]Abu Al-Husain uslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an- Naisaburi, Shahih Muslim Syarah An-Nawawi, MAtba’ah Al-Misriyah, Kairo, 1349, hlm 705.
[10] ‘Ajjaj Al-Khathib, Ibid, hlm 27
[11] Dr. Musththafa Al-Siba’I, op.cit , hlm 58
[12] ‘Ajjaj Al-Khathib, op.cit, hlm 28
[13] Dr. M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa:Bandung, hlm 10
[14] ‘Ajjaj Al-Khathib, op.cit, hlm 28
[15] Dr.H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Amzah:Jakarta, 2008, hlm 11
[16]http://www.haditsqudsi.com/
[17]http://www.haditsqudsi.com/
[18] Dr. H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Amzah:Jakarta, 2008, hlm13
[19] Drs. M.Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa:Bandung,hlm26
[20] Drs. M . Syuhudi Ismali, Pengantar Ilmu Hadits, Angkasa:Bandung, hlm 26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar