Artikel terkait

Selasa, 02 Desember 2014

PERLINDUNGAN ANAK YATIM




PERLINDUNGAN ANAK YATIM
 


BAB I
A.    PENDAHULUAN

Dalam perspektif tuntunan agama islam, sebenarnya yang harus mencukupi kebutuhan para janda dan anak-anaknya adalah penguasa. Tapi karena Negara kita tidak berdasarkan syariat islam, tidak jelas siapa sebenarnya yang bertanggung  jawab terhadap para janda dan anak yatim. Betul agama sangat menaganjurkan agar memuliakan anak yatim, mereka yang kehilangan ayah merupakan orang-orang yang harus diperhatikan dan di utamakan,  Rasulullah sangat manganjurkan membantu dan menolong anak yatim. Dan beliau memang sangat menyayangi anak yatim, yang di tinggalkan aayahnya dalam usia belia. Banyak sekali ayat yang memberikan pehatian dan keutamaan kepada anak yatim.Allah menyuruh kita untuk memperlakukan anak yatim dengan baik seperti saudara sendiri, dan bahkan lebih mengutamakan mereka. Sedangkan dalam ayat lain, seperti yang difirmankan allah dalam surah Al baqarah ayat 220, kita dilarang memprlakukan anak yatim secara sewenang. Berkah anak yatim Allah berikan kepada keluarga itu, sehingga mereka berhasil dan menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Perjuangan hidup memang membutuhkan ketabahan, kegigihan, dan sikap positif, karena biasanya perjuangan itu memakan waktu yang lama. Siakap sabar dan berbaik sangka juga sangat penting.



B.RUMUSAN MASALAH
1.      Surat Al-Baqarah ayat 220?
2.      Surat An-Nisa’ ayat 2 dan 6?
3.      Surat Al-Maa’uun ayat 1 dan 2?



BAB II
PEMBAHASAN



1.      Surat Al-Baqarah Ayat 220
a.      Ayat dan terjemahan suratt Al baqarah ayat 220

فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلَاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya:
“tentang dunia dan akhirat. Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah,”memperbaiki keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudara kamu. Alloh mengetaui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika allah menghendaki, niscaya Dia datangkan kesulitan padamu. Sungguh, alloh maha perkasa, maha bijaksana.

b.      Munasabah

Dalam ayat-ayat  yang lalu kaum muslimin mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada nabi muhammad saw tentang berperang pada bulan haram, maka pada ayat ini mereka menanyakan pula tentang hukum minum khamar dan berjudi, dan tentang pengurusan anak-anak yatim.

c.       Asbabun  nuzul

Dalam ayat ini melanjutkan anak selanjutnya, alloh swt sekaligus menjawab pertanyaan anak-anak yatim . anak-anak yatim yaitu anak-anak yang tidak berpabak lagi, karena sudah meninggal.
Timbulah pertanyaan mengenai anak-anak yatim ini pada masa rosululloh swt dari orang-orang yang selama ini hidup bersama anak-anak yatim,  bercampur hartanya dengan harta mereka, serta sama-sama makan dan minum dalam satu rumah. Dengan jalan begitu, terpeliharalah anak-anak yatim, baik makan maupun kegiatanya, tetapi kemudian turunlah ayat ini:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk kedalam api neraka ( an-nisa’/4: 10)[1]
Dengan turunya ayat itu, maka mereka ragu-ragu, kalau perbuatanya terhadap anak-anak yatim itu. Ayat 220 ini menjelaskan bahwa yang pokok dalam hal ini adalah pemeliharaan yang baik terhadap anak-anak yatim, jangan sampai mereka terlantar serta tak terjamin ketentraman dan kesejahteraannya. Semua macam pemeliharaan dan penjagaan anak-anak yatim adalah merupakan kebaikan. Andai kata mereka di bawa tinggal serumah itupun juga baik, sebab dengan tinggal bersam-sama sudah merupakan hidup bersaudara. Seolah-olah anak yatim itu merupakan saudara kecil, dipelihara kesehatnnnya seperti memelihara saudara, atau anak orang yang memeliharanya, asal ada niat untuk keselamatan mereka dan tidak untuk merugikan mereka. Perkara niat seseorang dan apa yang di simpan di dalam hatinya, hanya Allah lah yang tahu, sebab Allah mengetahui siapa yang baik dan siapa yang jahat. Banyak terjadi, orang mengatakan niat baik memlihara anak yatim, tetapi kenyataanya dia menyiakannya dan menyiksanya.[2]

2.      Tafsir jalalain
{فِى} أمر {الدنيا والأخرة} فتأخذون بالأصلح لكم فيهما {وَيَسْئَلُونَك عَنِ اليتاماى} وما يلقونه من الحرج في شأنهم فإن واكلوهم يأثموا وإن عزلوا ما لهم من أموالهم وصنعوا لهم طعاماً وحدهم فَحَرَج {قُلْ إِصْلاَحٌ لَّهُمْ} في أموالهم بتنميتها ومداخلتكم {خَيْرٌ} من ترك ذلك {وَإِن تُخَالِطُوهُمْ} أي تخالطوا نفقتكم بنفقتهم {فَإِخوَانُكُمْ} أي فهم إخوانكم في الدين ومن شأن الأخ أن يخالط أخاه أي فلكم ذلك {والله يَعْلَمُ المفسد} لأموالهم بمخالطته {مِنَ المصلح} بها فيجازي كلاًّ منهما {وَلَوْ شَاءَ الله لأَعْنَتَكُمْ} لضيق عليكم بتحريم المخالطة {إِنَّ الله عَزِيزٌ} غالب على أمره {حَكِيمٌ} في صنعه .
 "Mengurus urusan mereka secara patut) misal. (Yaitu tentang) urusan (dunia dan akhirat) hingga kamu dapat memungut mana-mana yang lebih baik untukmu pada keduanya. (Dan mereka menanyakan kepadamu tentang anak-anak yatim) serta kesulitan-kesulitan yang mereka temui dalam urusan mereka. Jika mereka menyatukan harta mereka dengan harta anak-anak yatim, mereka merasa berdosa dan jika mereka pisahkan harta mereka dan dibuatkan makanan bagi mereka secara terpisah, maka mengalami kerepotan. (Katakanlah nya mengenai campur-tangan dalam upaya mengembangkan harta mereka (adalah lebih baik) dari pada membiarkannya. (Dan jika kami  mencampuriurusan mereka)                                  , maksudnya kamu campurkan pengeluaran kamu dengan pengeluaran mereka, (maka mereka adalah saudaramu) maksudnya mereka itu adalah saudara-saudara seagama dan telah menjadi kelaziman bagi seorang saudara untuk mencampurkan hartanya pada harta saudaranya. Tegasnya silakan melakukannya karena tak ada salahnya (Dan Allah mengetahui orang yang membuat kerusakan) terhadap harta anak-anak yatim itu ketika mencampurkan hartanya kepada harta mereka (dari orang yang berbuat kebaikan) dengannya, hingga masing-masing akan mendapat balasan yang setimpal (sekiranya Allah menghendaki, tentulah Dia akan mempersulitmu) dengan melarang mencampurkan harta, (sesungguhnya Allah Maha Kuasa) atas segala persoalan (lagi Maha Bijaksana) dalam segala tindakan dan perbuatan.[3]

3.      Surat An-Nisa’ Ayat 2 dan 6
a.      Ayat dan terjemahan surat An-Nisa’ ayat 2

واتوا اليتمى اموالهم ولا تتبذلوا الخبيث بالطيب صلى ولا تأكلوا اموالهم الي اموالكم قلي  انه كان حبا كبيرا
Artinya:
 “Dan berikanlah kepada anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang buruk dengan yang baik dan janganlah kamu makan harta mereka  bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar. (an nisa’ ayat 2)

b.      Mufrodat:
                        واتوا اليتمي          : dan berikanlah kepada anak yatim
                        اموالهم                : harta mereka
                        ولا تتبذلوا            : janganlah kamu menukar
                        الخبيث                : yang buruk
                        بالطيب               : dengan yang baik
                        ولا تأكلوا                        : dan janganlah kamu makan
                        اموالهم                : harta mereka 
                        الي اموالكم           : bersama hartamu
انه كان حبا كبيرا   : Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar
Kosa kata hub (an nisa’ ayat 2)
                        Kata hub merupakan bentuk masdar dari kata kerja haba-yahubu yang artinya: berdosa. Dengan demikian, hub dapat diartikan sebagai dosa, kebutuhan, kahinaan dan kelemahan. Hakikat hub adalah kebutuhan yang memotifasi seseorang yang membutuhkan sesuatu untuk melakukan tindakan yang berdosa. Kata hub bias berarti “menghalau unta”. Dosa dikatakan hub karena ia harus dihalau dan dijauhkan. Dalam kaitan dengan ayat ini, hub dihubungkan dengan perbuatan memakan harta anak yatim tanpa cara atau sebab yang dapat dinilai sah atau mengganti harta itu dengan yang lebih rendah kualitasnya. Perbuatan demikian sering dilakukan oleh mereka yang dipercaya untuk menjaga atau mengelola harta anak yatim. Tindakan yang dianggap dosa itu diungkapkan dengan kata takhulu yang artinya “kamu semua makan.” Kata” makan merupakan ungkapan yang dinilai sangat penting, karena hal itu merupakan kebutuhan paling pokok dan mendesak bagi manusia. Logikanya, bila kebutuhan yang sangat mendesak saja dilarang bila tidak disertai dengan sebab yang dapat dibenarkan, apalagi kalau pengambilan atau penukaran itu bukan karena sebab yang tidak mendesak.
d.      Munasabah
                        Setelah ada perintah agar manusia selalu bertakwa kepada-Nya dengan memelihara dan melaksanakan segala apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya, serta menghubungkan silaturahmi, maka perintah dalam ayat ini dan ayat berikutnya agar memelihara dan menjaga anak yatim.
e.       Tafsir ayat

1.      Tafsir DEPAG RI
                        Ayat ini ditujukan kepada para penerima amanah agar memelihara anak yatim dan hartanya. Anak yatim ialah setiap anak yang ayahnya telah meninggal dunia, dan masih kecil atau belum mencapai usia deswasa.
                        Orang yang diserahi amanat untuk menjaga harta anak yatim haruslah memelihara harta tersebut dengan cara yang baik. Tidak boleh ia mencampurkan harta anak yatim itu dengan hartanya sendiri, sehingga tidak dapat dibedakan lagi mana harta anak yatim dan mana harta dirinya sendiri. Juga tidak dibenarkan ia memakan harta tersebut untuk dirinya sendiri apabila ia dalam keadaan mampu apabila hal tersebut dilakukan juga maka berarti ia telah memakan harta anak yatim dengan jalan yang tak benar. Dalam keadaan ini ia akan mendapat dosa yang besar. Apabila anak yatim itu telah mncapai umur dewasa dan cerdik mampu mengatur dan menggunakan harta, hendaklah hartanya itu di serahkan kepadanya, sebagaimana telah di terangkan pada ayat 5 surat ini.
                        Para mufassir dalam menafsirkan perkataan “anak yatim” dalam ayat terdapat dua pendapat. Pendapat pertama menafsirkan bahwa yang dimaksud “anak yatim” di sini ialah yang belum baligh, sebagai pendahulu ayat 5, sejalan dengan penafsiran yang di kemukakan di atas. Pendapat kedua menafsirkan bahwa yang di maksud dengan “anak yatim” di sini ialah yang sudah baligh sejalan dengan sebab turunnya ayat ini, riwayat ibnu Abi Hatim dari Sa’id bin Jubair bahwa seorang laki-laki dari suku banu gatafan menyimpan harta yang banyak milik anak yatim, yaitu saudara kandungnya. Ketika anak tersebut baligh ia meminta hartanya itu, tetapi pamannya tidak mau memberikannya. Hal ini di adukan kepada Nabi Muhammad SAW maka turunlah ayat ini.
Assa’labi meriwayatkan dari ibnu muqatil da al kalbi bahwa paman anak itu tatkala mendengar ayat ini berkata, “kami taat kepada Allah dan Rasul-Nya, kami berlindung kepada Allah dari dosa besar.[4]

c.       Ayat dan terjemahan surat An-Nisa’ ayat 6
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آَنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
Artinya:Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah harta mereka kepadanya. Dan janganlah kamu memkannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa – gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (diantara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah  dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu kepada mereka, maka hendaknya kamu adakan saksi-saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas”.
d.      Munasabah
            Ayat ini menerangkan tentang syarat waktu penyerahan harta anak yatim.
e.       Tafsir ayat
            Sebelum harta diserahkan kepada anak yatim, apabila mereka telah balig dan mampu dalam menggunakan harta maka terlebih dahulu kepada mereka diberikan ujian. Apakah mereka benar-benar ia telah dapat memelihara ia telah dapat memelihara dan menggunakan hartanya denga baik, sebagaiana dipahami oleh Mazhab Syafi’i. Mazhab Hanafi mewajibkan wali meyerahkan  harta pada umur dewasa dengan syarat cerdas, mampu dan pada umur 2 tahun walaupun keadaan tidak cerdas.
            Janganlah para wali ikut mengambil atau memakan harta anak yatim secara berlebihan. Apabila wali termasuk orang yang mampu hendaklah ia menahan diri agar tidak ikut memakan harta anak yatim tersebut. Tetapi apabila wali itu memang orang yag dalam keadaan kekurangan, maka boleh ia ikut memakannya secara baik dan tidak melampaui batas.
            Apabila masa penyerahan di atas telah tiba, hendaklah penyerahan itu dilakukan di hadapa dua orang saksi untuk menghindarkan adanya perselisihan di kemudian hari. Allah selalu menyaksikan dan mengawasi apa yang dikerjakan oleh manusia. Tidak ada hal yang tersembunyi bagi-Nya baik di bumi maupun di langit.[5]
4.      Surat Al-Maa’uun Ayat 1 dan 2
a.      Al-Maa’uun ayat 1
ارايت الذي يكذب الدين
“tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?”
b.      Al-Maa’uun ayat 2
فذا لك الذي يدع اليتيم         
            Itulah orang yang menghardik anak yatim
Mufrodat
أَرَأَيْتَ: “Apakah kamu tahu”
لدِّينِ“ balasan dan perhitungan “
يكذب الدين (orang) yang mendustakan agama?
الذي يدع اليتيم orang yang menghardik anak yatim

Tafsir Ibnu Katsir
            Allah Ta’ala berfirman : “Apakah kamu tahu?, hai Muhammad, orang yang mendustan Adf-Diin, yaitu hari kebangkitan serta pemberian balasan dan pahala?”
(فذا لك الذي يدع اليتيم          ) “itulah orang yang menghardik anak yatim”. Yakni, orang yang berbuat sewenang-wenang terhadap anak yatim dan edzolimi haknya, tidak memberinya makan serta tidak juga berbuat baik kepadanya. Yang demikian itu sama seperti firmanNya كلا  بل تكرمون اليتيم  “sekali kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim.(QS AL-Fajr : 17)[6]
Tafsir Al-Qur’an dan Tafsirnya
            (1)Dalam ayat ini, Allah menghadapkan pertanyaankepada Nabi Muhammad, ‘’Apakah engkau mengetahuiorang yang mendustakan agama, dan yang dimaksud dengan orang yang mendustakan agama?’’ Pertanyaan  ini di jawab pada ayat-ayat berikut.
            (2) Allah lalu menjelaskan bahwa sebagian dari sifat-sifat orang yang mendustakan agama adalah orang yang menolak atau membentak anak-anak yatim yang datang kepadanya untuk memohon belas kasihannya demikebutuhan hidupnya. Penlakannya itu sebagai penghinaan dan takabbur terhadap anak-anak yatim itu.
Tafsir  fi Zhilalil qur’an XII
            Surat ini dimulai dengan pertanyaan yang dihadapkan kepada setiap orang yang dapat berfikir. ‘’ tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?” dan orang yang dapat mendengar pertanyaan ini untuk mengetahui kemana arah isyarat ini dan kepada siapa ia di tujukan?. Untuk mengetahui siapa gerangan orang yang mendustakan agama dan orang yang ditetapkan oleh Al-Qur’an sebagai pendusta agama, maka jawabannya ialah , ‘’ itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
            Boleh jadi hal ini sebagai sesuatu yang mengejutkan bila dibandingkan definisi iman secara tradisional. Akan tetapi inilah inti persoalan dan hakikatnya. Bahwa seorang yang mendustakan agama adalah orang yang menghardik anak yatim dengan keras, yakni menghina anak yatim dan menyakitinya. Kalau hakikat pembenaran agama itu sudah mantap di dalam hatinyaniscaya dia tidak akan membiarkan anak-anak yatim[7]

           















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa dalam memelihara anak yatim itu sangatlah berat tetapi sangat besar sekali pahala yang akan kita dapatkan, Allah memerintahkan kita untuk menyayangi mereka,  memperlakukan mereka dengan baik seperti saudara sendiri dan bahkan lebih mengutamakan mereka. Kita dilarang memperlakukan anak yatim secara sewenang- wenang .
.








            DAFTAR PUSTAKA

DEPAG.2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta : CV.DUTA GRAFIKA
Al Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir. Bandung : Sinar Baru Algesindo
                      Sayid  Qutb,2012.Tafsir  fi Zhilalil qur’an XII. : Gema Insani
Jalaluddin Muhammad ibnu Ahmad Almahalli, Syaikh Al-Mutabahhar Jalaluddin Abdur Rahman ibnu Abi Bakr As-Suyuthi. Tafsirul-Qur’anil-’Adziim, Surabaya : Darul Ulum


[1] DEPAG.2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta : CV.DUTA GRAFIKA
[2] DEPAG.2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta : CV.DUTA GRAFIKA. hal
[3]Jalaluddin Muhammad ibnu Ahmad Almahalli, Syaikh Al-Mutabahhar Jalaluddin Abdur Rahman ibnu Abi Bakr As-Suyuthi. Tafsirul-Qur’anil-’Adziim, Surabaya : Darul Ulum. Juz 1 hal 33
[4]DEPAG.2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta : CV.DUTA GRAFIKA. hal
[5] DEPAG.2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta : CV.DUTA GRAFIKA. hal
[6] Al Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir. Bandung : Sinar Baru Algesindo. Hal 552
[7] Sayid  Qutb,2012.Tafsir  fi Zhilalil qur’an XII. : Gema Insani hal 357

Tidak ada komentar:

Posting Komentar