PENGERTIAN ILMU HADITS DAN CABANG-CABANGNYA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Seperti
yang telah diketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadits sesuai
dengan fungsinya dalam menetapkan syari’at agama islam. Ada hadits shahih, dan
dhaif. Masing-masing memiliki persyaratan sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada
yang berkaitan dengan persambungan sanad, kualitas perawi yang dilalui hadits,
dan ada pula yang berkaitan dengan kandungan hadits itu sendiri. Maka persoalan
yang ada dalam ilmu hadits ada dua. Pertama berkaitan dengan sanad, kedua
berkaitan dengan matan. Ilmu yang berkaitan dengan sanad akan mengantar kita
menelusuri apakah sebuah hadits itu bersambung sanadnya atau tidak, dan apakah
para perawi yang dicantumkan didalam sanad hadits itu orangnya terpercaya atau
tidak. Adapun ilmu yang berkaitan dengan matan akan membantu kita dalam
mengetahui apakah informasi yang terkandung didalamnya berasal dari Nabi atau
tidak.
2. Rumusan masalah
a. Bagaimana pengertian ulumul hadits ?
b. Bagaimana penjelasan ilmu hadits dirayah?
c. Bagaimana penjelasan ilmu hadits riwayah?
d. Apa saja cabang-cabang ilmu hadits ?
BABII
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Ulumul Haditst
Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu ialah”pengetahuan ,atau dalam
istilah lain mengetahui sesuatu dengan sebenarnya” (Louis ma’lif . 1987 : 527
). Sedangkan yang dimaksud dengan haditst ialah segala sesuatu yang di
sandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan,perbuatan, taqrir (ketetapan)
maupun sifat serta kepribadian dan akhlak Nabi baik sebelum maupun sesudah
beliau di utus menjadi Rasul, baik untuk menetapkan hukum syara’ atau tidak .
Jadi yang di
maksud Ulumul Hadits ialah suatu ilmu yang berkaitan dengan haditst,baik dari
segi periwayatan,penerimaan dan macam – macamnya. Dalam hubungan ini perlu
adanya ketelitian dalam mempelajari ilmu haditst ini.[1]
Adapun
pembagian dan pembahasan ilmu hadits,secara singkat dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu ilmu hadits dirayah dan ilmu hadits riwayah.
2.
Ilmu Haditst Dirayah
Menurut ibnu Akfan,seperti dikutip oleh Habsyi Ash-shiddieqy
(1987:21) memberikan definisi hadits dirayah sebagai berikut :
علم الحديث الخاص بالدراية علم يبحث فيه حقيقة
الرواية وشروطها وانواعها واحكامها واحوال الرواة وشروطهم واصناف المرويات
ومايتعلق بها
“ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang dari
padanya diketahui hakekat riwayat, syarat – syarat dan macam – macam yang
diriwayatkan dan segala yang berpautan dengan itu.”[2]
Ilmu hadits dirayah biasanya juga disebut sebagai ilmu musthalah
al hadits, ilmu usul al-hadits, ulum al hadits, dan qowa’id al-tahdits. Al-Tirmizi
mendefinisikan ilmu ini dengan :
قَوَانِيْنُ تُحد يد ري بها احوال متن وسند وكيفية التحمل والا داء
وصفات الرجال و غير ذلك
“Undang-undang atau
kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan
meriwayatkan, sifat-sifat perawi, dan lain-lain.”[3]
Dari beberapa pengertian diatas, dapat
diketahui bahwa obyek pembahasan ilmu hadits dirayah, adalah keadaan para
perawi dan marwinya. Keadaan para perawi baik yang menyangkut pribadinya, seperti
akhlak, tabi’at dan keadaan hafalannya. Maupun yang menyangkut persambungan dan
terputusnya sanad. Sedang keadaan marwi adalah dari sudut keshahihan,
kedhaifannya, dan dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah ini
banyak sekali faedah yang diperoleh, antara lain :
a.
Mengetahui pertumbuhan dan oerkembangan hadits dan ilmu
hadits sejak masa rasul SAW sampai sekarang.
b.
Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah
mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits.
c.
Mengetahui kaedah-kaedah yang dipergunakan oleh para
ulama’ dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
d.
Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan
kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman dalam beristinbat.
Dari beberapa faedah diatas apabila diambil intisarinya maka faedah
mempelajari ilmu hadits dirayah adalah untuk mengetahui kualitas sebuah hadits
apakah ia maqbul (diterima) dan mardud(ditolak) baik dilihat dari sudut sanad
maupun matannya.[4]
3.
Ilmu Hadits Riwayah
Seperti hadits
dirayah, ilmu hadits riwayahpun dalam pembahasannya mempunyai beberapa variasi
dalam mendefinisikannya, dibawah ini diuraikan pendapat beberapa ahli hadits
antara lain :
‘ajaj al-
khatib(1976:7) memberikan definisi ilmu hadits riwayah sebagai berikut :
علم الحديث
رواية هو العلم الذي يقوم علي نقل ماا ضيف الي النبي صلي لله عليه وسلم من قول
اوفعل اوتقريراوصفة خلقية او خلقية نقلا
دقيقا
“ilmu hadits riwayah adalah ilmu
yang membahas tentang pemindahan segala sesuatu yang disandarkan pada nabi saw
baik berupa perkataan, perbuatan, penetapan (taqrir) maupun sifat-sifat
kepribadian dan prilaku dengan pengutipan atau pemindahan yang teliti dan
cermat.”[5]
Sedangkan
menurut ibn al-Akfani sebagaimana dikutip oleh asuyuti mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan ilmu hadits riwayah adalah :
علم يشتمل علياقوال النبي صلي الله عليه وسلم وافعاله ورواتهاوضبطها
وتحريرالفاظها
“Ilmu pengetahuan yang mencakup
perkataan dan perbuatan nabi saw baik periwayatannya pemeliharaannya, maupun
penulisan atau pembukuan lafadz-lafadznya.”
Obyek
ilmu haditst Riwayah ialah bagaimana cara menerima,menyampaikan kepada orang
lain,dan memindahkan atau mendewankan.Demikian menurut pendapat
as-suyuthi.Dalam menyampaikan dan membukukan haditst hanya disebutkan apa
adanya,baik yang bertkaitan dengan matan maupun sanadnya.Ilmu ini tidak
membicarakan tentang syadz (kejanggalan) dan ‘illat (kecacatan) matan haditst.Demikian
pula ilmu ini tidak membahas tentang kualitas para perawi,baik keadilan,kedabitan
atau fasikannya.
Adapun faedah mempelajari ilmu hadits
Riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang
pertama yaitu Nabi SAW.[6]
Dengan melihat
uraian ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah diatas, tergambar adanya
kaitan yang sangat erat, antara yang satu dengan yanh lainnya. Hal ini karena,
setiap ada periwayatan hadits tentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan
diperlukan, baik dalam penerimaannya maupun penyampaiannya kepada pihak lain.
Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, ilmu hadits dirayah juga terus
berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan
langsung dengan perjalanan hadits riwayah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu
hadits riwayah berdiri tanpa ilmu hadits dirayah begitu juga sebaliknya.[7]
4.
Cabang-Cabang Ilmu Hadits
Dari ilmu
hadits riwayah dan dirayah ini pada perkembangan berikutnya muncullah
cabang-cabang ilmu hadits lainnya seperti ilmu rijal al-hadits, ilmu al jarhwa
al-ta’dil, ilmu tarikh al-ruwah, ilmu ‘ilal al-hadits, ilmu al-nasikh wa
al-mansukh, ilmu asbab wurud al-hadits, dan ilmu mukhtalif al-hadits. Secara
singkat cabang-cabang diatas akan diuraikan sebagai berikut:
a. Ilmu Rijal al-Hadits
Yaitu ilmu yang
membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun dari
angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadits
adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat
mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam
jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadits dan kepada siapa
saja mereka menyampaikan Hadits.
علم يعرف به رواة الحديث من حيث انهم رواة للحد يث
“ilmu untuk mengetahui para perawi hadits dalam
kapasitasnya sebagai perawi hadits”.
Ada beberapa istilah
untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmut
Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya
Ilmu Tarikh al-Ruwat.[8]
b. Ilmu al-Jarh wa
al-Ta`dil
Para
ahli hadits mendefinisikan al jarh dengan :
الطعن في راوي الحديث بمايسلب اويخل بعدالته اوضبطه
“kecacatan pada perawi hadits
disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan atau kedabitan perawi.”
Sedangkan
al-ta’dil yang secara bahasa berarti at-tasywiyah (menyamakan), menurut istilah
berarti :
عكسه هو تزكية الراوي والحكم عليه بانه عد ل اوضابط
“lawan dari al-jarh yaitu
pembersihan atau pensucian perawi dan ketetapan bahwa ia adil atau dabit”
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Ilmu al-Jarh wa
al-Ta`dil adalah Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para
perawi dan tentang penta`dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai
kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. Maksudnya
al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek”
yang melekat pada periwayat hadits seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya.
Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut
cacat. Hadits yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan haditsnya di
nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang
lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat baik yang melekat
pada periwayat, seperti, kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan lain sebagainya.
Orang yang mendapat penilaian seperti ini disebut `adil, sehingga hadits
yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama. Haditsnya dinilai shahih.
Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadits
shahih.
c. Ilmu tarikh ar-ruwah
Ilmu tarikh ar-ruwah ialah:
العلم الذي يعرف برواة لحديث من الناحية التي تتعلق برواي تهم
للحديث
"Ilmu untuk mengetahui para perawi haditst yang berkaitan
dengan usaha periwayatan mereka terhadap haditst”
Dengan
ilmu ini akan diketahui keadaan dan identitas para perawi,seperti
kelahirannya,wafatnya,guru-gurunya,masa atau waktu mereka mendengar haditst
dari gurunya,siapa yang meriwayatkan haditst darinya,tempat tinggal
mereka,tempat mereka mengadakan lawatan, dll.
Jadi
ilmu tarikh al ruwah ini merupakan senjata yang ampuh untuk mengetahui keadaan
rawi yang sebenarnya,terutama untuk membongkar kebohongan para perawi.
Mengetahui tanggal lahir dan wafatnya juga
sangat penting untuk menolak pengakuan para perawi yang mengaku pernah bertemu
dengannya.
d. Ilmu ‘ilal al haditst
Kata ‘ilal adalah bentuk jama’ dari kata al
‘illah yang menurut bahasa berarti al maradh (penyakit /sakit). Menurut
muhadditsin istilah ‘illah berarti sebab yang tersembunyi atau sama-samar yang
berakibat tercemarnya haditst.Akan tetapi yang kelihatan adalah kebalikannya
yakni tidak terlihat adanya kecacatan.Adapun yang dimaksud dengan ilmu ‘illah haditst
meburut muhaddistin adalah:
علم يبحث عن الأسباب الحفية الغامضة من حيث انهاتقدح في صحة الحديث كوصل منقطع
ورفع موقوف وادخال حديث في حديث وماشابه ذلك
“ilmu yang
membahas sebab-sebab yang tersembunyi,yang dapat mencacatkan keshahihan haditst,seperti
mengatakan muttashil terhadap haditst yang munqathiq,menyebut marfu’ terhadap haditst
yang mauquf ,memasukkan haditst ke dalam haditst lain,dan hal-hal yang seperti
itu.”
Menurut al
Hakim, ilmu ‘ilal haditst ialah ilmu yang berdiri sendiri,selain dari ilmu
shahih dan dhaif,jarh dan ta’dil. Ia menerangkan ‘ilal haditst yang tidak
termasuk kedalam bahasan jarh,sebab haditst yang majruh adalah haditst yang
gugur dan tidak di pakai.
Al-hakim
menyebutkan, bahwa dasar penetapan ‘ilal hadits adalah hafalan yang sempurna,
pemahaman yang mendalam dan pengetahuan yang cukup.
e. Ilmu Nasikh dan Mansukh
Hadits
Yaitu ilmu yang membahas Hadits-hadits yang bertentangan dan tidak mungkin
diambil jalan tengah. Hukum hadits yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadits
yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang
muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku
selanjutnya.
ما ننسخ من اية اوننسها نات بخير منها اومثلها الم
تعلم ان الله علي كل شيء قد ير (البقرة ̸٢: ١٠٦)
“ayat mana saja yang kami
nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang
lebih baik dari padanya atau yang sebanding dengannya. Tiadalah kamu mengetahui
bahwa sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu. (QS Al baqarah(2)
:106)
Untuk mengetahui nasakh
dan mansukh ini bisa melalui beberapa cara :
1. Dengan penjelasan dari
nash atau syari’itu sendiri, yang dalam hal ini ialah rasulullah .
2.
Dengan
penjelasan dari para sahabat
3.
Dengan
mengetahui tarikh keluarnya haditst serta sebab wurud hadits. Dengan demikian
akan diketahui mana yang datang terlebih dahulu dan mana yang datang kemudian.
f.
Ilmu asbab wurud al-hadits
Kata asbab adalah jama’ dari kata sabab.
Menurut ahli bahasa diartikan dengan “al-habl” (tali), saluran yang
artinya jelas sebagai : “segala yang menghubungkan satu benda dengan benda
lainnya”.
Al-Suyuthi merumuskan pengertian asbab wurud al-hadits
dengan: “Sesuatu yang membatasi arti suatu hadits’ baik berkaitan dengan arti
umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, dinasakhan dan seterusnya” atau, “Suatu
arti yang dimaksud oleh sebuah hadits saat kemunculannya”.
Dari uraian pengertian tersebut, asbab wurud al-hadits dapat
diberi pengertian yakni “suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang
sebab-sebab Nabi SAW. Menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu.”
Seperti sabda Rasul SAW.
Tentang kesucian
air lautdan apa yang ada di dalamnya. Ia bersabda: “Laut itu suci airnya dan
suci bangkainya”. Hadits ini dituturkan oleh Rasul SAW. Saat berada di tengah
lautan dan ada salah seorang sahabat yang merasa kesulitan berwudhu karena
tidak mendapatkan air (tawar).
Urgensi asbab al-wurud terhadap hadits,
sebagai salah satu jalan untuk memahami kandungan hadits. Ini terlihat dari
beberapa faedahnya, antara lain, dapat mentakhsis arti yang umum, membatasi
arti yang mutlak, menjelaskan kemusykilan, dan menunjukkan illat suatu hukum.
Maka dengan memahami asbab wurud hadits ini,dapat dengan mudah memahami apa
yang dimaksud atau yang dikandung oleh suatu hadits.
g. Ilmu Garib al-hadits
Yaitu
ilmu yang membahas dan menjelaskan hadits Rasulullah saw yang sukar diketahui
dan dipahami orang banyak karena telah berbaur dengan bahasa arab pasar (umum).
Ilmu ini bisa juga diartikan sebagai ilmu yang menerangkan mkna kalimat yang
terdapat dalam matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang
terpakai oleh umum.
Menurut Ibnu Al-Shalah,
yang dimaksud dengan Gharib Al-Hadits ialah:
عبارة عما وقع في متون لاحاديث من الالفاظ
الغامضة البعيدة منالفهم لقلة لستعملها
“Ungkapan dari
lafazh-lafazh yang sulit dan rumit untuk dipahami yang terdapat dalam matan hadits
karena (lafazh tersebut jarang digunakan).
Rasul sefasih-fasihnya orang Arab yang diutus
oleh Allah SWT. untuk menghadapi kaumnya yang terdiri dari bermacan-macam suku
dan kabilah. Sehingga Rasul ketika berhadapan dengan kabilah tertentu akan
menggunakan bahasa dari kaum yang dihadapinya. Kemudian pada perkembangan
selanjutnya, banyak bangsa-bangsa non-Arab memeluk islam sehingga banyak juga orang-orang yang kurang
memahami istilah atau lafazh-lafazh tertentu yang gharib (asing). Oleh
karena itu ilmu ini dimunculkan atas usaha para ulama untuk memudahkan dalam
memahami hadits-hadits yang mengandung lafazh-lafazh yang gharib tersebut.
Memahami makna kosa kata (mufradat) matan hadits merupakan
langkah pertama memahami suatu hadits dan untuk istinbath hukum. Oleh karena
itu ilmu ini akan banyak menolong untuk
menuju ke pemahaman tersebut.
Para muhaddisin ketika menghadapi lafazh-lafazh yang gharib dan sulit
untuk menjelaskannya, juga menyerahkan kepada ahli bahasa (gharib al-hadits).
Ada beberapa cara untuk menafsirkan
hadits-hadits yang mengandung lafazh yang gharib, antara lain :
1.
Dengan hadits yang sanadnya berlainan dengan matan yang mengandung
lafazh yang gharib tersebut.
2. Dengan penjelasan para sahabat yang
meriwayatkan hadits
3.
Penjelasan dari rawi selain sahabat
h. Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif
Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif adalah ilmu pengetahuan yang berusaha
menerangkan tentang hadits yang sudah diubah titik atau syakalnya.
Suatu contoh , dalam suatu riwayat disebutkan bahwa
salah seorang yang meriwayatkan hadits dari nabi saw dari bani sulaimah, adalah
‘utbah ibn al-Bazr, padahal yang sebenarnya ‘itbah ibn al-Nazr. Dalam hadits
ini terjadi perubahan sebutan al-Nazr menjadi al-Bazr.
i.
Ilmu
mukhtalif al-hadits
العلم الذي يبحث في الاحاديث التي ظاهرها متعل
رض فيزيل تعارضها او يوفق بينها كمايبحث في الاحاديث التي يشكا فهمهااوتصورها في
فعاشكالها ويوضح حقيقتها
“ilmu yang membahas hadits-hadits yang menurut lahirnya saling bertentangan
atau berlawanan, kemudian bertentangan dihilangkan dan dikompromikan antara
keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang sulit dipahami kandungannya,
dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya”.
Ilmu ini berusaha mempertemukan
dua atau lebih hadits yang bertentangan maknanya. Adapun cara-cara
mengompromikan maknanya dengan men-taqyid kemuthlakan hadits, men-takhsish
keumumannya, atau dengan memilih sanad yang yang lebih kuat.[9]
BABIII
PENTUP
SIMPULAN
a. Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang
membahas atau berkaitan dengan Hadits Nabi SAW.
b. Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang
mempelajari tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau
pembukuan Hadits Nabi SAW. Objek kajiannya adalah Hadits Nabi SAW dari segi
periwayatan dan pemeliharaannya.
c. Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang
mempelajari tentang kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui
keadaan rawi dan marwi dari segi di terima atau di tolaknya. Rawi adalah orang
yang menyampaikan Hadits dari satu orang kepada yang lainnya; Marwi adalah
segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW atau kepada Sahabat dan Tabi`in. Ilmu Hadits Dirayah inilah yang
selanjutnya disebut dengan Ulumul Hadits.
d. Cabang-cabang Ulumul Hadits
diantaranya adalah:
Ilmu Rijal al-Hadits
Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Ilmu Mukhtalif al-Hadits
Ilmu `Ilalil Hadits
Ilmu Gharibul-Hadits
Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadits
Ilmu Asbab Wurud
al-Hadits
Ilmu Mushthalah Ahli
Hadits
DAFTAR
PUSTAKA
Subhi al-shalih, ulum
al hadits wal musthalakhuhu, Bairut: Dar Al-‘Ulum Al-Malayin, 1977, cet Ke-9
Umar, ilmu hadits. Nora media enterprise, kudus
2011
Drs. Munzier
Suparta. Ilmu hadits, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002 cet Ke-3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar